Handout/Kitabah 1/17-11-2005 Muhaiban
SEKILAS TENTANG CERITA PENDEK DAN PROSES PENULISANNYA
Unsur
Intrinsik
Unsur Intrinsik yaitu
unsur yang ada dalam cerita dan unsur itu ikut menentukan mutu cerita tersebut.
Unsur itu meliputi berikut ini.
Tema
Setiap cerita memiliki
tema, yaitu ide pokok yang menjadi titik tolak pengarang dalam menyusun sebuah
cerita. Tema adalah inti yang ingin disampaikan pengarang. Tema merupakan jiwa
suatu cerita. Jiwa ini diwujudkan dengan memberinya wadah berupa rangkaian kejadian.
Plot
atau Alur
Plot merupakan rangkaian
peristiwa yang membentuk cerita. Plot. adalah rentetan kejadian yang saling
berhubungan untuk mendukung tema yang akan disampaikan. Tahapan Plot meliputi:
(1) permulaan, (2) tahapan pertikaian, (3) tahapan perumitan, (4) tahapan
puncak (klimaks), (5) tahapan peleraian (antiklimaks), dan (6) tahapan akhir.
Ragam Plot atau Alur
dibedakan atas: (1) alur maju, yaitu alur yang peristiwa atau kejadiannya
berjalan teratur dari awal sampai akhir cerita; (2) alaur mundur, yaitu alur
yang menceritakan peristiwa pada masa lampau; (3) alur sorot balik (flash
back), yaitu alur yang terjadi karena pengarang mendahulukan bagian akhir
cerita dan setelah itu baru kembali ke awal cerita; (4) alur klimaks, yaitu
alur yang susunan peristiwanya menanjak dari peristiwa biasa meningkat menjadi
luar biasa; (5) alur anti klimaks, yaitu alur yang susunan peristiwanya makin
menurun, dari peristiwa yang luar biasa kemudian menjadi kendur, dan berakhir
dengan peristiwa biasa; (6) alur kronologis, yaitu alur yang susunan
peristiwanya berjalan sesuai dengan urutan waktu.
Tokoh
dan Penokohan
Tokoh
adalah para pelaku yang ada dalam cerita, sedang penokohan adalah cara
pengarang melukiskan tokoh-tokoh dalam cerita.
Latar
atau Setting
Latar
merupakan tempat atau waktu terjadinya suatu peristiwa
Sudut
Pandang atau Titik Kisah
Sudut Pandang adalah cara
pengarang menempatkan dirinya dalam cerita. Sudut pandang dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu, (1) pola orang pertama, dalam pola ini pengarang tampak terlibat
dalam cerita yang yang dikarangnya. Pengarang dapat bertindak sebagai: tokoh
utama, pengamat langsung, pengamat tidak langsung. Kata ganti yang dipakai
adalah aku atau saya; (2) pola orang ketiga, dalam pola ini pengarang tidak
ikut terlibat dalam peristiwa yang terjadi dalam cerita. Kata ganti yang
dipakai: dia, ia, atau nama orang.
Gaya
Gaya
adalah cara atau teknik yang digunakan pengarang untuk menyampaikan gagasannya
dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menciptakan
nuansa penuh makna.
Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik yaitu
unsur yang ada di luar cerita, tetapi ikut menentukan mutu cerita tersebut.
Unsur ini meliputi: latar belakang pendidikan pengarang, ideology yang dianut,
agama yang dianut, kedudukan pengarang dalam masyarakat, dan waktu ketika
cerita itu diciptakan.
Lahirnya Inspirasi atau Ide
Proses penulisan seringkali diawali
dengan timbulnya inspirasi. Inspirasi bisa muncul karena berbagai peristiwa
atau kejadian yang dilihat, dibaca, dialami, didengar oleh penulis. Misalnya:
setelah membaca cerpen orang lain, setelah menonton film, setelah mendengar
cerita orang, setelah melihat tingkah laku orang sekeliling, atau setelah
menyaksikan kejadian alam.
Ide tulisan juga bisa timbul karena
peristiwa yang remeh atau kecil, gabungan peristiwa kecil, atau hasil dari
perenungan.
Hambatan Penciptaan
Di tengah proses penulisan suatu
karya tulis, cerpen misalnya, seorang penulis seringkali menemui hambatan
sehingga tidak dapat melanjutkan kegiatan kepenulisannya. Gagasan yang telah
mengeram di benak penulis tidak dapat dituangkan dalam tulisan. Keadaan seperti
ini tyidak saja sering dialami oleh para penulis pemula, akan tetapi juga oleh
para penulis profersional.
Bentuk-bentu hambatan yang dihadapi
oleh setiap penulis dapat bervariasi sesuai dengan jenis dan bentuk tulisan.
Hambatan yang terjadi pada penulisan karya tulis ilmiah akan berbeda dengan
hambatan yang ada pada penulisan karya ilmiah populer, dan berbeda pula dengan
hambatan pada penulisan karya fiksi. Perbedaan hambatan tersebut juga
dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan penulis. Berikiut dikemukakan
secara ringkas hambatan penciptaan.
Hambatan penciptaan adalah
terganggunya kreatifitas dan produktifitas penulis, baik ketika penulis akan
melaksanakan kegiatan menulis, maupun di tengah proses penulisan karya tulis.
Secara umum ada 2 (dua) hal yang
dapat menghambat kreatifitas dan produktifitas tersebut, yaitu (1) keadaan
dalam diri penulis dan (2) keadaan di luar diri diri penulis.
Keadaan dalam Diri Penulis
Hambatan yang timbul dari dalam
diri penulis dapat berupa hal-hal berikut.
1.
Ketidakmampuan Mengembangkan Gagasan atau Ide
Proses penulisan selalu dimulai
dengan lahirnya sebuah gagasan induk dalam pikiran seorang penulis. Gagasan
induk ini harus dikembangkan menjadi rincian-rincian gagasan. Rincian gagasan
tersebut kemudian dipilih salah satu untuk menjadi topik tulisan. Topik inipun
harus diolah lagi menjadi tema. Topik yang telah dibatasi oleh tema itulah yang
akan menjadi pangkal tolak penulisan.
Para penulis pemula seringkali
mendapatkan kesulitan dalam pengembangan gagasan ini, sehingga proses penulisan
“macet” di tengah jalan. Kemacetan ini terjadi karena gagasan yang akan ditulis
terlalu luas dan berada di luar jangkauannya.
2. Hambatan
Bahasa
Untuk menuangkan gagasannya
secara tertulis, seorang penulis membutuhkan saran. Dalam dunia kepenulisan,
sarana ini lazim disebut medium atau wahana, yaitu bahasa tulis yang berupa
kosakata, gramatika, dan retorika. Agar seorang penulis dapat menuangkan
gagasannya secara baik, ia harus: (1) memiliki perbendaharaan kata yang
memadai, (2) terampil menyususn kalimat yang jelas, dan (3) dapat menggunakan
bahasa secara efektif.
Tiga hal tersebut biasanya menjadi
hambatan terutama bagi para penulis pemula. Gagasan mereka biasanya
“meledak-ledak”, akan tetapi mereka tidak dapat menuangkannya dalam tulisan
karena mereka “miskin bahasa”. Penulisanpun terhambat di tengah jalan.
3. Hambatan
dalam Pemilihan Pola Penulisan dan Jenis Penuturan
Penulis yang baik akan selalu
menjadikan masyarakat pembaca sebagai “bahan” petimbangan tulisannya. Ia akan
berfikir tentang siapa yang akan menjadi sasaran tulisn tersebut. Anak-anak,
remaja, orang dewasa, orang tua, atau semua orang tanpa batasan umur. Hal ini
menuntut penulis untuk memilih pola penulisan atau jenis penuturannya sesuai
dengan sasaran pembaca dan tema tulisan.
Dalam menentuka pilihan pola
penulisan atau jenis penuturan inilah penulis biasanya menemukan hambatan yang
kadang dapat “memacetkan” proses penulisan.
Di samping 3 (tiga) hambatan yang
lebih banyak terkait dengan kemampuan penulis tersebut, ada juga hambatan lain
yang terkait dengan keadaan fisik penulis yaitu hambatan (a) kesehatan dan (b)
hambatan “kemiskinan”.
(a)
Hambatan Kesehatan
Kesehatan seorang penulis
berpengaruh pada kreatifitas dan produktifitasnya. Proses penulisan akan
terhambat apabila kondisi kesehatan penulis tidak prima.
(b)
Hambatan “Kemiskinan”
Untuk menjadi seorang penulis, seseorang
memang tidak harus kaya. Akan tetapi kalau kebutuhan-kebutuhan “kecil”
yangmendukuing proses kreatif tidak dapat terpenuhi, maka proses kreatif
tersebut akan terhambat. Sebagai ilustrasi, seorang penulis yang kebetulan juga
seorang perokok berat, yang tidak dapat “menulis” kecuali sambil merokok, maka
ketika di tengah malam sedang asyik menulis dan rokoknya habis (dan tidak
mempunyai uang untuk sekedar membeli sebatang rokok) maka proses penulisan akan
bisa terhenti dan inspirasi “terburu” hilang.
Keadaan di Luar Diri Penulis
Banyak hal di luar diri penulis yang
dapat menjadi penghambat proses kreatif penulis, antara lain sebagai berikut.
1. Lingkungan
Untuk dapat melaksanakan kegiatan
penulisan dengan baik, seorang penulis membutuhkan suasana lingkungan yang
tenang dan nyaman, yang memungkinkan tertunagnya gagasan dengan jernih dan
lancar. Lingkungan yang bising, gaduh, kotor dan pengap, sering kali dapat
menghambat kerja seorang penulis.
2. Waktu
Kesempatan atau waktu juga dapat
menghambat kegiatan menulis. Seorang penulis profesional kondang yang banyak
terlibat dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dan kebudayaan akan
mendapatkan hambatan untuk menulis meskipun gagasan telah menumpuk dalam
pikirannya.
3. Benturan
antara Idealisme dan Kenyataan
Penulis yang baik akan selalu
memiliki dan mempertahankan idealismenya. Acapkali idealissme ini berbenturan
dengan keadaan nyata di masyarakat. Karena itu, banyak penulis yang memilih
berhenti menulis dari pada harus mengorbankan idealismenya.
4. Tingkah
Laku Sosial Politik
Serorang penulis sering terbelenggu
oleh tingkah laku sosial dan politik masyarakatnya. Ia tidak selalu dapat
begitu saja menuangkan gagasannya dalam tulisan karena dibatasi oleh
norma-norma masyarakat dan kebijakan politik.
5.
Keterbatasan Referensi
Untuk mendukung, memperkaya, dan
mewarnai tulisannya, seorang penulis dituntut untuk membaca berbagai referensi.
Ada pameo di dunia kepenulisan yang mengatakan bahwa “Bila Anda ingin kencing
banyak, maka minumlah yang banyak”. Artinya, apabila seorang penulis ingin
berkarya lebih banyak dan bermutu, maka dia harus banyak membaca hasil karya
orang lain.
Kegiatan menulis kadang bisa
terhambat oleh kurang/tidak adanya referensi yang dapat mendukung atau
memperkaya gaggasan yang akan ditulis.
Penutup
Tulisan ini sekedar paparan dari
pengalaman kecil penulis selama terlibat dalam proses kepenulisan. Apa yang
baik dari tulisan ini semoga dapat dimanfaatkan oleh para caalon penulis untuk
memperluas wawasan kepenulisannya. Semoga bermanfaat.
Malang, 6 Desember 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar