PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
DI SMU KOTA DAN KABUPATEN MALANG
BERDASARKAN KURIKULUM SMU 1994
Muhaiban
Abstract: This study is aimed at investigating
the implemantation of Arabic teaching and learning at some senior high schools
in Malang city and regency. Based on the 1994 Secondary Curriculum, the
teaching-learning aspects being studied include: textbooks used, teachers,
teaching methods, teaching media, and students’ interests. The subjects of the
study are 84 students, 10 teachers, and 10 school masters of senior high
schools teaching Arabic. The results of the study indicate that they use the
textbooks suggested by the 1994 Curriculum, the teachers are qualified for
teaching Arabic at senior haigh schools, and they apply eclectic method of teaching.
This study also found that the teachers are well equipped with teaching media,
but they haven’t used the media optimally. It is also found that the students
are highly interested in learning Arabic.
Key words:
Teaching-Learning, Arabic, Senior High School,
1994 Curriculum,
Hubungan
Indonesia dengan negara-negara Arab dari tahun ke tahun terus meningkat, baik
dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan maupun keagamaan. Permintaan tenaga
kerja Indonesia (TKI) yang profesional oleh negara-negara Arab juga terus
meningkat, demikian pula jumlah jemaah haji Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Keadaan
tersebut memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan bahasa Arab di
Indonesia, dalam arti masyarakat memerlukan bahasa Arab bukan saja sebagai
bahasa agama, tetapi juga sebagai bahasa komunikasi internasional.
Hal
tersebut mengandung pengertian perlunya ditingkatkan efektivitas dan
intensivikasi pengajaran bahasa Arab di sekolah guna mewujudkan sumberdaya
manusia yang memiliki penguasaan bahasa Arab yang baik, untuk mendukung
penguasaan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, serta menjalin
tata pergaulan internasional.
Muhaiban adalah
dosen pada Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Penelitian yang dilakukan oleh Sukadarman (1980) di Kotamadya dan
Kabupaten Malang menunjukkan bahwa 77,7 % SMU yang ada di kedua daerah itu
menyajikan bahasa asing, termasuk bahasa Arab. Hal ini diperkuat dengan catatan
di Depdiknas Jawa Timur yang menyatakan
bahwa lebih dari 300 (tiga ratus) SMU di Jawa Timur menyajikan bahasa Arab sebagai bahasa asing pilihan
(Muhaiban, 1993).
Adapun bahasa asing yang umumnya
disajikan, menurut hasil penelitian Sukadarman tersebut secara berurutan adalah
bahasa Jerman (7,14 %), bahasa Arab (28,57 %), bahasa Belanda (7,14 %) dan
bahasa Perancis (7,4 %).
Sedangkan bahasa asing yang diminati
oleh siswa seandainya mereka diberi kebebasan untuk memilih, adalah bahasa
Jerman pada urutan pertama (57 %), urutan kedua bahasa Arab (38 %), ketiga
bahasa Perancis (24,6 %), keempat bahasa Belanda (20 %), kelima bahasa Cina
(11,3 %) dan keenam bahasa Jepang (8%).
Minat siswa untuk belajar bahasa
Arab terlihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhaiban (1993). Hasil
penelitian tentang minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab di TVRI itu
menunjukkan bahwa minat siswa cukup tinggi
(69,87 %).
Melihat minat siswa yang tinggi
untuk mempelajari bahasa Arab tersebut, adalah wajar apabila pemerintah
melakukan upaya-upaya secara terus menerus dan berkesinambungan untuk
menyesuaikan kurikulum sekolah dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni, serta tuntutan pembangunan nasional.
Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah adalah dengan diberlakukannya Kurikulum SMU 1994 yang ditetapkan
dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 061/U/1993.
Kurikulum SMU 1994 tersebut merupakan pembaruan dari kurikulum 1984, yang
berlaku untuk semua mata pelajaran termasuk didalamnya mata pelajaran bahasa
asing kedua (selain bahasa Inggris).
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah
tersebut sejalan dengan Politik Bahasa Nasional dimana pembinaan dan
pengembangan bahasa asing dilakukan dan diarahkan pada pemenuhan fungsi dan
kedudukan bahasa asing. Adapun fungsi dan kedudukan bahasa asing tersebut
adalah sebagai berikut : (1) alat perhubungan antar bangsa, (2) alat pembantu
pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan (3) alat pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan nasional (Halim, 1976).
Untuk menyesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan pembangunan, pemerintah juga
telah melakukan penyederhanaan kurikulum. Hal itu untuk memberikan peluang atau
ruang gerak bagi kreativitas guru dalam mengembangkan proses belajar-mengajar
sesuai dengan kebutuhan siswa dan kebutuhan pembanguan setempat, namun tetap
memegang teguh esensi isinya untuk menjamin kesederajatan pencapaian hasil
belajar secara nasional.
Menurut
hasil Seminar Bahasa Nasional tahun 1975, pengembangan pengajaran bahasa asing
– termasuk bahasa Arab – ditujukan untuk meningkatkan mutu pengajaran bahasa
asing, sehingga bahasa asing tersebut benar-benar dapat dipergunakan sebagai
(1) alat penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan teknologi
modern; (2) alat perhubungan antar bangsa; (3) alat untuk keperluan yang
praktis seperti penggunaannya di bidang kepariwisataan, perdagangan, diplomatik
dan militer; dan (4) salah satu sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa
Indonesia (Halim, 1976).
Rapat kerja penyusunan kurikulum
bahasa asing kedua pada tanggal
22 Nopember 1994 di Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan
Balitbangdikbud menyepakati bahwa pengajaran bahasa asing kedua di SMU –
termasuk bahasa Arab – ditekankan pada tujuan afektif, yaitu menumbuhkan dan
meningkatkan minat terhadap bahasa asing, disamping menanamkan dasar-dasar
kemampuan berbahasa asing. Dasar-dasar kemampuan berbahasa asing tersebut
meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam tingkat kosakata
sekitar 700 (Effendy, 1994).
Untuk mencapai tujuan tersebut,
disarankan agar digunakan metode komunikatif yang disesuaikan dengan kondisi
Indonesia. Kondisi tersebut antara lain menyangkut; (1) tujuan pengajaran; (2)
minat dan kebutuhan siswa; (3) kualifikasi guru; dan (4) sarana dan prasarana
(Effendy, 1996).
Kurikulum SMU 1994 mata pelajaran
bahasa asing memang mengamanatkan bahwa metode yang digunakan dalam pengajaran
bahasa asing di sekolah adalah Metode Komunikatif yang disesuaikan dengan
kondisi pengajaran bahasa asing di Indonesia.
Dalam Metode Komunikatif, tujuan
umum pengajaran adalah mengembangkan kompetensi komunikatif yang mencakup
kemampuanuntuk menafsirkan bentuk-bentuk linguistik, baik yang dinyatakan
secara eksplisit maupun yang terpendam dalam kegiatan-kegiatan psikis (Huda,
1994).
Pengajaran dengan Metode Komunikatif
menempatkan siswa pada posisi aktif
sebagai pusat kegiatan pengajaran, dengan kegiatan latihan-latihan yang
dapat mengembangkan kompetensi berkomunikasi. Sementara itu guru lebih banyak
berfungsi sebagai fasilitator yang mengarahkan dan mengkoordinasi kegiatan
siswa.
Littlewood (dalam Huda, 1994)
mengemukakan adanya dua jenis kegiatan siswa untuk mengembangkan kompetensi
komunikatif, yaitu (1) kegiatan komunikatif fungsional yang ditekankan pada
segi komunikasi, dan (2) kegiatan komunikatif interaksi sosial yang ditekankan
pada pengembangan kemampuan siswa untuk mengerti makna sosial dan fungsi sosial
suatu bahasa.
Prosedur
mengajar dengan Metode Komunikatif dimulai dengan dialog, kemudian
latihan-latihan untuk menguasai struktur dalam dialog itu. Latihan tersebut
bersifat komunikatif, yaitu menggunakan bahasa dalam konteks (Huda (ed), 1994).
Ditinjau
dari segi jumlah jam, menurut kurikulum 1994 tersebut, waktu yang tersedia
untuk pengajaran bahasa asing kedua relatif cukup, yaitu 8 jam per minggu, dan
disajikan di kelas 3. Secara teoritis pengajaran bahasa asing di SMU dengan
kurikulum 1994 ini akan lebih bisa dilaksanakan dengan intensif, dengan syarat
ditunjang oleh kemampuan guru dan ketersediaan alat penunjang yang memadai
(Effendy, 1994).
Setelah kurikulum tersebut diberlakukan pada
tahun 1994, sampai saat ini - sejauh pengamatan peneliti - belum pernah
dilakukan penelitian dan evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum untuk mata
pelajaran bahasa Arab oleh SMU. Sehingga belum bisa diketahui efektivitas
pengajaran bahasa Arab di SMU berdasarkan kurikulum tersebut. Dengan demikian
belum dapat diketahui pula tingkat ketercapaian tujuan pengajaran bahasa Arab di
SMU sebagaimana diamanatkan kurikulum.
Agar
pengajaran di sekolah selalu dapat memenuhi tuntutan dan aspirasi yang
berkembang di masyarakat, maka secara periodik, minimal sekali dalam lima
tahun, kurikulum sekolah perlu diperbarui. Untuk memperbarui kurikulum
tersebut, perlu diketahui pula pelaksanaan kurikulum yang berlaku.
Untuk
mengetahui pelaksanaan kurikulum tersebut di lapangan, dan untuk mendapatkan
gambaran efektivitas pelaksanaannya, serta tingkat pencapaian tujuan
pengajaran, perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini akan memberikan gambaran
nyata tidak saja mengenai pelaksanaan kurikulum, efektivitas pelaksanaannya,
serta tingkat pencapaian tujuan, tetapi juga mengenai ketersediaan sumber
bahan, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, kualifikasi guru yang
melaksanakan kurikulum tersebut, serta minat siswa untuk mengikuti pelajaran
bahasa asing.
Disamping
itu hasil penelitian ini juga akan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait sebagai
pijakan dalam pembaruan kurikulum bahasa Arab secara khusus dan pengembangan
pengajaran bahasa asing pada umumnya di masa mendatang.
Atas dasar
pemikiran itulah maka penelitian ini dilakukan.
METODE
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran yang objektif tentang
pelaksanaan Kurikulum SMU 1994 mata pelajaran bahasa Arab, terutama gambaran
mengenai (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran
bahasa Arab, (2) ketersediaan guru bahasa
Arab, (3) metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa Arab, (4)
ketersediaan media/alat bantu pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang
mendukung pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang menghambat
pembelajaran bahasa Arab, dan (6) minat
siswa terhadap pelajaran bahasa Arab.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka
penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif. Sesuai dengan
hakekat metode deskriptif kuantitatif, maka pelaksanaan kurikulum bahasa Arab
di SMU Kota dan Kabupaten Malang akan digambarkan secara obyektif sistematis
sebagaimana adanya. Populasi penelitian ini adalah semua siswa, guru bahasa Arab,
dan kepala sekolah dari 10 (sepuluh) SMU baik negeri maupun swasta yang
menyajikan bahasa Arab.
Sampel
penelitian ini terdiri atas sampel sekolah dan sampel responden. Untuk sampel
sekolah, karena jumlah SMU yang menyajikan bahasa Arab berjumlah 10 (sepuluh)
buah, maka jumlah tersebut diambil seluruhnya sebagai sasaran penelitian,
dengan rincian 3 (tiga) SMU Negeri dan 7 (tujuh) SMU Swasta.
Sampel responden
terdiri atas siswa, guru bahasa Arab dan kepala sekolah. Dari sepuluh SMU yang menjadi sampel, masing-masing
diambil 10 (sepuluh) siswa sebagai sampel siswa. Dengan demikian akan ditemukan
sampel siswa sebanyak 100 (seratus) siswa. Akan tetapi, kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa di beberapa SMU, siswa yang memprogram bahasa Arab kurang
dari sepuluh orang. Berdasarkan kenyataan tersebut maka jumlah sampel responden siswa
berjumlah 84 (delapan puluh empat) orang.
Untuk sampel responden guru bahasa, dari
sampel sekolah yang berjumlah 10 (sepuluh) sekolah, masing-masing diambil satu
orang guru bahasa Arab, sehingga ditemukan sampel responden guru sebanyak 10
(sepuluh) orang. Demikian juga untuk sampel responden kepala sekolah, karena
setiap sekolah memiliki satu orang kepala sekolah, maka ditemukan 10 (sepuluh)
orang sampel responden kepala sekolah.
Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan instrumen pengumpul data
yang berupa kuesioner untuk seluruh responden. Instrumen untuk guru digunakan
untuk menjaring data-data tentang pembelajaran bahasa Arab.
Instrumen untuk siswa digunakan
untuk menjaring data-data tentang persepsi siswa terhadap pembelajaran yang
dilakukan guru, minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab, dan pendapat siswa
terhadap pelajaran bahasa Arab.
Untuk
mengetahui tingkat keterbacaan instrumen, baik instrumen untuk siswa maupun
untuk guru, sebelum penelitian dilakukan, diadakan uji coba instrumen. Uji coba
ini dilakukan di salah satu sekolah yang memiliki kemiripan dengan sampel
sekolah.
Adapun pengumpulan data dilakukan
dengan cara memberikan kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Sampel
responden siswa yang berasal dari satu sekolah dikumpulkan dalam satu ruangan
kelas dan pengisian kuesioner dilakukan dengan pengawasan dan bimbingan petugas
pengumpul data.
Kepada sampel guru bahasa Arab dan kepala sekolah di masing-masing
sekolah diberikan kuesioner untuk diisi. Kuesioner yang telah diisi diambil
pada hari yang lain oleh petugas pengumpul data.
.Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif kuantitatif. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran bahasa
Arab di SMU digunakan teknik prosentase.
HASIL
Seperi telah dikemukakan di bagian awal artikel ini, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran obyektif pelakanaan kurikulum 1994
pelajaran bahasa Arab di SMU, terutama yang menyangkut (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab, (2) ketersediaan guru bahasa Arab, (3) metode
yang digunakan dalam pengajaran bahasa Arab, (4) ketersediaan media/alat bantu
pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang mendukung pembelajaran bahasa
Arab, (5) faktor-faktor yang menghambat pembelajaran bahasa Arab, dan (6) minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab.
Hasil penelitian yang menyangkut buku teks
yang digunakan di SMU Kota dan Kabupaten Malang adalah sebagai berikut. Buku
teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten
Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya (50%) sesuai dengan GBPP
Kurikulum 1994. Sebagian SMU (40%) menggunakan buku teks yang disesuaikan
dengan kebutuhan siswa untuk melanjutkan studi dan dan buku teks yang
ditetapkan oleh induk sekolah tersebut yaitu Persarikatan Muhammadiyah. Masih
ada juga (10%) sekolah yang menggunakan buku teks yang disusun berdasarkan GBPP
Kurikulum1984.
Mengenai ketersediaan
guru bahasa Arab, SMU pada umumnya (80%) telah memiliki guru yang
berkualifikasi sebagai pengajar bahasa Arab. Hal itu karena mereka berlatar
belakang pendidikan bahasa Arab. Sebagian kecil (20 %) dari mereka adalah
sarjana agama atau lulusan pondok pesantren.
Untuk
meningkatkan kemampuan bahasa Arab mereka, seluruh responden guru bahasa Arab
(100%) menyatakan pernah mengikuti penataran yang ada kaitannya dengan bahasa
Arab dan pembelajarannya. Disamping itu,
sebagian mereka (50 %) pernah belajar di pondok pesantren. Dilihat dari segi
pengalaman, para guru bahasa Arab di SMU umumnya (60%) telah memiliki
pengalaman mengajar lebih dari lima tahun. Sebagian kecil dari mereka (40 %)
memiliki pengalaman mengajar kurang dari lima tahun. Namun demikian, ketika para
Kepala Sekolah ditanya tentang jumlah guru, hampir semuanya (90 %) menyatakan
perlu adanya tambahan guru bahasa Arab yang berkualifikasi.
Mengenai metode yang digunakan dalam pembelajaran, penelitian ini
menemukan bahwa semua guru bahasa Arab (100%) menyatakan bahwa metode
pengajaran bahasa Arab yang mereka gunakan adalah metode eklektik yaitu
perpaduan dari berbagai metode pengajaran bahasa Arab yang dianggap menunjang
proses belajar mengajar di kelas.
Mengenai penggunaan
media pembelajaran, penelitian ini menemukan bahwa mayoritas guru (80%)
menggunakan bantuan media dalam pembelajaran bahasa Arab di kelas. Sedikit di
antara mereka (20%) yang tidak menggunakan media. Adapun jenis media yang
dipakai relatif beragam, antara lain tape recorder, gambar, laboratorium
bahasa, benda asli dan benda tiruan.
Ditanya mengenai keberadaan Laboratorium
Bahasa di sekolah, lebih dari separo responden guru (70%) menyatakan bahwa
lembaga mereka telah memiliki lab bahasa. Sedikit di antara mereka (30 %) yang
menyatakan bahwa lembaga mereka belum memiliki laboraturium bahasa.
Namun demikian, sedikit sekali (10%) guru
bahasa Arab yang sering memanfaatkan
laboraturium tersebut untuk pengajaran bahasa Arab. Sebagaian mereka (60%)
jarang menggunakannya, bahkan 30% dari mereka tidak pernah menggunakannya.
Umumnya (90%) SMU yang menyajikan bahasa
Arab di Kota dan Kabupaten Malang memiliki perpustakaan. Namun demikian
perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku tentang bahasa Arab relatif
sedikit (30%).
Hasil penelitian
yang menyangkut faktor pendukung
pembelajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang
menunjukkan bahwa faktor pendudukung utama (50%) pembelajaran bahasa Arab di
SMU adalah tersedianya guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab.
Faktor pendukung yang lain (50%) relatif bervariasi seperti adanya minat siswa,
tersedianya buku pegangan bagi guru dan siswa, adanya GBPP, laboratorium
bahasa, dan adanya buku-buku yang mencukupi.
Adapun faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat proses belajar
mengajar bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah tidak adanya
guru yang berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, tidak adanya minat
siswa, tidak adanya buku pegangan untuk guru, tidak adanya buku pegangan untuk
murid, tidak adanya GBPP untuk bahasa Arab, tidak adanya laboraturium bahasa dan tidak adanya buku-buku yang cukup
di perpustakaan.
Ketika responden para siswa ditanya tentang minat mereka terhadap
pembelajaran bahasa Arab di SMU umumnya mereka (52,4%) menyatakan sangat
berminat. Sedikit dari mereka (23,8%) yang menyatakan agak berminat, sebagian
kecil dari mereka (19,04%) menyatakan kurang berminat.
Hal tersebut antara lain
dapat dilihat dari motivasi keikutsertaan siswa dalam pelajaran bahasa Arab.
Umumnya siswa (52,3%) mengikuti pelajaran bahasa Arab atas kemauan sendiri.
Sebagian mereka (14,28%) atas dorongan guru, dan yang lain atas dorongan orang tua.
BAHASAN
Dari hasil penelitian yang terkait dengan
buku teks diketahui bahwa buku teks yang
dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang
adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya (50%) sesuai dengan GBPP Kurikulum
1994. Sebagian SMU (40%) menggunakan buku teks yang disesuaikan dengan
kebutuhan siswa untuk melanjutkan studi dan dan buku teks yang ditetapkan oleh
induk sekolah tersebut yaitu Persarikatan Muhammadiyah. Masih ada juga (10%)
sekolah yang menggunakan buku teks yang disusun berdasarkan GBPP Kurikulum1984.
Kenyataan tersebut sangat memprihatinkan
mengingat bahwa proses belajar mengajar di kelas, untuk mata pelajaran apapun
dan jenjang sekolah apapun, mestinya berpijak pada kurikulum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Kalau ternyata kurikulum yang digunakan oleh suatu
sekolah ditetapkan oleh lembaga yang menjadi induk sekolah tersebut, minimal
kurikulum itu harus mengakomodasi amanat yang tertuang dalam kurikulum yang
ditetapkan pemerintah tersebut.
Mengapa masih ada sekolah yang menggunakan
buku teks yang tidak sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan? Jawaban dari
pertanyaan ini memang tidak tergambar dalam hasil penelitian. Akan tetapi, ada
beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya hal itu. Misalnya, tidak
tersedianya buku teks yang sesuai dengan kurikulum karena memang belum ada
penulis yang menyusun buku teks tersebut. Sehingga guru memanfaatkan buku teks
yang ada, meskipun tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Mengenai ketersediaan guru yang
berkualifikasi, hasil penelitian menyebutkan bahwa guru bahasa Arab di SMU pada
umumnya (80%) telah memiliki kualifikasi sebagai pengajar bahasa Arab. Hal itu
karena mereka berlatar belakang pendidikan bahasa Arab. Sebagian kecil (20 %)
dari mereka adalah sarjana agama atau lulusan pondok pesantren. Ketersediaan
guru yang memenuhi kualifikasi tersebut sangat mendukung keberhasilan pembelajaran.
Namun demikian, guru sebagai ujung tombak pembelajaran perlu senantiasa
mengembangkan diri dan kemampuannya sesuai dengan perkembangan dan kemajuan
jaman. Dengan demikian ia
akan dapat menerima inovasi-inovasi baru di bidang yang digelutinya.
Menarik untuk disimak hasil
penelitian yang terkait dengan penggunaan metode dalam pembelajaran bahasa
Arab. Penelitian ini menemukan bahwa semua guru bahasa Arab (100%) menyatakan
bahwa metode pengajaran bahasa Arab yang mereka gunakan adalah metode eklektik,
yaitu perpaduan dari berbagai metode pengajaran bahasa Arab yang dianggap
menunjang proses belajar mengajar di kelas. Hal ini menarik karena Kurikulum
1994 mengamanatkan penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa
Arab. Sementara itu terdapat 50% responden sekolah yang menggunakan Kurikulum
1994 dalam pembelajaran bahasa Arab. Ini bisa diartikan bahwa sekolah-sekolah
tersebut tidak taat kurikulum dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Arab,
terutama dalam hal metode pembelajaran. Tetapi bisa juga diartikan bahwa mereka
sebenarnya telah melaksanakan pendekatan komunikatif karena pendekatan ini
mungkin termasuk dalam metode eklektik yang mereka gunakan.
Mengenai
penggunaan media pembelajaran, penelitian ini menemukan bahwa mayoritas guru (80%) menggunakan bantuan media dalam pembelajaran bahasa Arab
di kelas. Sedikit di antara mereka (20%) yang tidak menggunakan media. Adapun
jenis media yang dipakai relatif beragam, antara lain tape recorder, gambar,
laboratorium bahasa, benda asli dan benda tiruan. Kalau pernyataan para guru
bahasa Arab tersebut benar, sangatlah menggembirakan. Akan tetapi ada satu hal
yang tampaknya perlu mendapatkan perhatian, yaitu mengenai penggunaan media
yang berupa laboraturium bahasa. Ketika para guru ditanya mengenai keberadaan
Laboratorium Bahasa di sekolah, lebih dari separo responden guru (70%)
menyatakan bahwa lembaga mereka telah memiliki laboraturium bahasa. Sedikit di
antara mereka (30 %) yang menyatakan bahwa lembaga mereka belum memiliki
laboraturium bahasa. Namun demikian, sedikit sekali (10%) guru bahasa Arab yang sering memanfaatkan laboraturium
tersebut untuk pengajaran bahasa Arab.
Mengenai sebab-sebab minimnya guru bahasa
Arab yang menggunakan laboraturium bahasa,
masih perlu diteliti lebih lanjut. Akan tetapi bisa diprediksi bahwa
salah satu penyebabnya adalah karena minimnya pengetahuan dan kemampuan mereka
mengelola dan mengoperasikan laboraturium bahasa tersebut. Atau, karena
laboraturium yang ada itu tidak dilengkapi dengan perangkat lunak berupa
bahan-bahan pelajaran.
Hasil penelitian
yang menyangkut faktor pendukung
pembelajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang
menunjukkan bahwa faktor pendudukung utama (50%) pembelajaran bahasa Arab di
SMU adalah tersedianya guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab.
Faktor pendukung yang lain (50%) relatif bervariasi seperti adanya minat siswa,
tersedianya buku pegangan bagi guru dan siswa, adanya GBPP, laboratorium
bahasa, dan adanya buku-buku yang mencukupi. Persoalannya adalah bagaimana
faktor pendukung yang ada itu bisa dikembangkan dan dipelihara sehingga suasana
sekolah selalu kondusif bagi pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Arab.
Sementara itu, faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat
proses belajar mengajar bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang
adalah tidak adanya guru yang berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi,
tidak adanya minat siswa, tidak adanya buku pegangan untuk guru, tidak adanya
buku pegangan untuk murid, tidak adanya GBPP untuk bahasa Arab, tidak adanya
laboraturium bahasa dan tidak adanya
buku-buku yang cukup di perpustakaan. Melihat kenyataan tersebut, sekolah
ditantang untuk dapat mengatasi berbagai hambatan yang ada dengan melibatkan semua
pihak yang terkait dengan pendidikan.
Hasil penelitian yang terkait dengan minat siswa terhadap pelajaran
bahasa Arab menyatakan bahwa umumnya siswa (52,4%) menyatakan sangat berminat.
Sedikit dari mereka (23,8%) yang menyatakan agak berminat, sebagian kecil dari
mereka (19,04%) menyatakan kurang berminat. Suatu hal yang perlu mendapatkan
perhatian dari pihak-pihak yang terkait dengan bahasa Arab adalah menciptakan
atmosfir yang dapat menarik siswa untuk belajar bahasa Arab. Hal itu bisa
dilakukan antara lain melalui peningkatan kualitas guru, penyediaan sarana dan
prasarana pembelajaran yang representatif, penyediaan media yang relevan dengan
tujuan pembelajaran, dan pemberian penhargaan kepada siswa yang berprestasi di
bidang bahasa Arab.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil
analisis data serta pembahasan yang telah dikemukakan terdahulu, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa
Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya
sesuai dengan GBPP, (2) guru bahasa Arab yang tersedia di SMU mayoritas
memiliki kualifikasi sebagai pengajar bahasa Arab, (3) metode pembelajaran
bahasa Arab yang digunakan di SMU di Kota dan kabupaten Malang adalah metode
eklektik, (4) mayoritas SMU di Kota dan Kabupaten Malang telah memiliki alat
bantu/media pembelajaran bahasa Arab, tetapi
belum semua guru memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar bahasa
Arab di kelas; (5) faktor yang paling mendukung
pembelajaran bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang
adalah tersedianya guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab, (6)
faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat proses belajar mengajar bahasa
Arab pada sebagian SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah tidak adanya guru yang
berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, rendahnya motivasi siswa,
tidak adanya buku pegangan untuk guru, dan tidak adanya buku pegangan untuk
murid; dan (7) minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab tergolong tinggi.
Saran
Berdasrkan hasil penelitian tersebut,
disampaikan saran-saran sebagai berikut: (1) para guru bahasa Arab di SMU Kota
dan Kabupaten Malang hendaknya memanfaatkan sepenuhnya media pembelajaran
bahasa Arab yang telah tersedia untuk pembelajaran di kelas, (2) para guru
bahasa Arab dan pihak kepala sekolah hendaknya memberi motivasi dan mengenalkan
pentingnya bahasa Arab sejak dini kepada siswa sehingga minat mereka
terhadap bahasa Arab akan meningkat, (3)
perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan aspek bahasan lain yang belum tersentuh
oleh penelitian ini seperti prestasi siswa dalam pembelajaran bahasa Arab dan
aspek-aspek yang menyebabkan minimnya peminat bahasa Arab pada SMU Kota dan
Kabupaten Malang.
Arikunto, Suharsini. 1991.
Prosudur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Depdiknas. 1999. Rumusan Seminar
Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa.
Depdikbud, 1994. Garis-garis Besar Program Pengejaran
(GBPP) Mata Pelajaran Bahasa Arab Sekolah Menengah Atas Tahun 1994. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan.
Ditjen Dikti. 1994. Tap-tap MPR 1993 Bahan Penataran.
Jakarta: Ditjen Dikti.
Fuad Effendy, 1996. Beberapa
Kunci Untuk Memahami dan Mendalami GBPP Bahasa Arab Kurikulum SMU Tahun 1994.
Malang: JPBA FPBS IKIP Malang.
Effendy, Fuad. 1994. Trend Kurikulum Tahun 1994 SMU
Mata Pelajaran Bahasa Asing Kedua. Malang: JPBA FPBS IKIP
Malang.
Gay, L.R. 1987.Educational Research Compentencies for
Analysis and Application (Third Editian). Columbus : Merill Publishing
Company.
Huda, Nuril, 1990. Metode Audiolingual vs. Metode
Komunikatif : Suatu Perbandingan. Jakarta: Proyek Peningkatan Alat-alat IPA
dan PKG Dirdikmenum.
Muhaiban, 1993. Persepsi dan Minat Siswa SMA di Jawa
Timur Terhadap Pelajaran Bahasa Arab di TVRI. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang.
Sukadarman, M.S., 1981. Penelitian
Tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Asing
Pilihan Pada SMA di Kotamadya dan Kabupaten Malang. Malang: Proyek
Peningkatan Perguruan Tinggi IKIP Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar