Senin, 25 Juli 2016

BAHASA ARAB DI SMU

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
DI SMU KOTA DAN KABUPATEN MALANG
BERDASARKAN KURIKULUM SMU 1994

Muhaiban
Abstract: This study is aimed at investigating the implemantation of Arabic teaching and learning at some senior high schools in Malang city and regency. Based on the 1994 Secondary Curriculum, the teaching-learning aspects being studied include: textbooks used, teachers, teaching methods, teaching media, and students’ interests. The subjects of the study are 84 students, 10 teachers, and 10 school masters of senior high schools teaching Arabic. The results of the study indicate that they use the textbooks suggested by the 1994 Curriculum, the teachers are qualified for teaching Arabic at senior haigh schools, and they apply eclectic method of teaching. This study also found that the teachers are well equipped with teaching media, but they haven’t used the media optimally. It is also found that the students are highly interested in learning Arabic.

Key words: Teaching-Learning, Arabic, Senior High School,
       1994 Curriculum,


Hubungan Indonesia dengan negara-negara Arab dari tahun ke tahun terus meningkat, baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan maupun keagamaan. Permintaan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang profesional oleh negara-negara Arab juga terus meningkat, demikian pula jumlah jemaah haji Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
            Keadaan tersebut memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan bahasa Arab di Indonesia, dalam arti masyarakat memerlukan bahasa Arab bukan saja sebagai bahasa agama, tetapi juga sebagai bahasa komunikasi internasional.
            Hal tersebut mengandung pengertian perlunya ditingkatkan efektivitas dan intensivikasi pengajaran bahasa Arab di sekolah guna mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki penguasaan bahasa Arab yang baik, untuk mendukung penguasaan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, serta menjalin tata pergaulan internasional.

Muhaiban adalah dosen pada Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukadarman (1980) di Kotamadya dan Kabupaten Malang menunjukkan bahwa 77,7 % SMU yang ada di kedua daerah itu menyajikan bahasa asing, termasuk bahasa Arab. Hal ini diperkuat dengan catatan di  Depdiknas Jawa Timur yang menyatakan bahwa lebih dari 300 (tiga ratus) SMU di Jawa Timur menyajikan bahasa Arab sebagai bahasa asing pilihan (Muhaiban, 1993).
            Adapun bahasa asing yang umumnya disajikan, menurut hasil penelitian Sukadarman tersebut secara berurutan adalah bahasa Jerman (7,14 %), bahasa Arab (28,57 %), bahasa Belanda (7,14 %) dan bahasa Perancis (7,4 %).
            Sedangkan bahasa asing yang diminati oleh siswa seandainya mereka diberi kebebasan untuk memilih, adalah bahasa Jerman pada urutan pertama (57 %), urutan kedua bahasa Arab (38 %), ketiga bahasa Perancis (24,6 %), keempat bahasa Belanda (20 %), kelima bahasa Cina (11,3 %) dan keenam bahasa Jepang (8%).
            Minat siswa untuk belajar bahasa Arab terlihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhaiban (1993). Hasil penelitian tentang minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab di TVRI itu menunjukkan bahwa minat siswa cukup tinggi  (69,87 %).
            Melihat minat siswa yang tinggi untuk mempelajari bahasa Arab tersebut, adalah wajar apabila pemerintah melakukan upaya-upaya secara terus menerus dan berkesinambungan untuk menyesuaikan kurikulum sekolah dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan pembangunan nasional.
            Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan diberlakukannya Kurikulum SMU 1994 yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 061/U/1993. Kurikulum SMU 1994 tersebut merupakan pembaruan dari kurikulum 1984, yang berlaku untuk semua mata pelajaran termasuk didalamnya mata pelajaran bahasa asing kedua (selain bahasa Inggris).
            Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut sejalan dengan Politik Bahasa Nasional dimana pembinaan dan pengembangan bahasa asing dilakukan dan diarahkan pada pemenuhan fungsi dan kedudukan bahasa asing. Adapun fungsi dan kedudukan bahasa asing tersebut adalah sebagai berikut : (1) alat perhubungan antar bangsa, (2) alat pembantu pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan (3) alat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan nasional (Halim, 1976).
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan pembangunan, pemerintah juga telah melakukan penyederhanaan kurikulum. Hal itu untuk memberikan peluang atau ruang gerak bagi kreativitas guru dalam mengembangkan proses belajar-mengajar sesuai dengan kebutuhan siswa dan kebutuhan pembanguan setempat, namun tetap memegang teguh esensi isinya untuk menjamin kesederajatan pencapaian hasil belajar secara nasional.
Menurut hasil Seminar Bahasa Nasional tahun 1975, pengembangan pengajaran bahasa asing – termasuk bahasa Arab – ditujukan untuk meningkatkan mutu pengajaran bahasa asing, sehingga bahasa asing tersebut benar-benar dapat dipergunakan sebagai (1) alat penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan teknologi modern; (2) alat perhubungan antar bangsa; (3) alat untuk keperluan yang praktis seperti penggunaannya di bidang kepariwisataan, perdagangan, diplomatik dan militer; dan (4) salah satu sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia (Halim, 1976).
            Rapat kerja penyusunan kurikulum bahasa asing kedua pada tanggal                22 Nopember 1994 di Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbangdikbud menyepakati bahwa pengajaran bahasa asing kedua di SMU – termasuk bahasa Arab – ditekankan pada tujuan afektif, yaitu menumbuhkan dan meningkatkan minat terhadap bahasa asing, disamping menanamkan dasar-dasar kemampuan berbahasa asing. Dasar-dasar kemampuan berbahasa asing tersebut meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam tingkat kosakata sekitar 700 (Effendy, 1994).
            Untuk mencapai tujuan tersebut, disarankan agar digunakan metode komunikatif yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Kondisi tersebut antara lain menyangkut; (1) tujuan pengajaran; (2) minat dan kebutuhan siswa; (3) kualifikasi guru; dan (4) sarana dan prasarana (Effendy, 1996).
            Kurikulum SMU 1994 mata pelajaran bahasa asing memang mengamanatkan bahwa metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa asing di sekolah adalah Metode Komunikatif yang disesuaikan dengan kondisi pengajaran bahasa asing di Indonesia.
            Dalam Metode Komunikatif, tujuan umum pengajaran adalah mengembangkan kompetensi komunikatif yang mencakup kemampuanuntuk menafsirkan bentuk-bentuk linguistik, baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun yang terpendam dalam kegiatan-kegiatan psikis (Huda, 1994).
            Pengajaran dengan Metode Komunikatif menempatkan siswa pada posisi aktif  sebagai pusat kegiatan pengajaran, dengan kegiatan latihan-latihan yang dapat mengembangkan kompetensi berkomunikasi. Sementara itu guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator yang mengarahkan dan mengkoordinasi kegiatan siswa.
            Littlewood (dalam Huda, 1994) mengemukakan adanya dua jenis kegiatan siswa untuk mengembangkan kompetensi komunikatif, yaitu (1) kegiatan komunikatif fungsional yang ditekankan pada segi komunikasi, dan (2) kegiatan komunikatif interaksi sosial yang ditekankan pada pengembangan kemampuan siswa untuk mengerti makna sosial dan fungsi sosial suatu bahasa.
            Prosedur mengajar dengan Metode Komunikatif dimulai dengan dialog, kemudian latihan-latihan untuk menguasai struktur dalam dialog itu. Latihan tersebut bersifat komunikatif, yaitu menggunakan bahasa dalam konteks (Huda (ed), 1994).
            Ditinjau dari segi jumlah jam, menurut kurikulum 1994 tersebut, waktu yang tersedia untuk pengajaran bahasa asing kedua relatif cukup, yaitu 8 jam per minggu, dan disajikan di kelas 3. Secara teoritis pengajaran bahasa asing di SMU dengan kurikulum 1994 ini akan lebih bisa dilaksanakan dengan intensif, dengan syarat ditunjang oleh kemampuan guru dan ketersediaan alat penunjang yang memadai (Effendy, 1994).
Setelah kurikulum tersebut diberlakukan pada tahun 1994, sampai saat ini - sejauh pengamatan peneliti - belum pernah dilakukan penelitian dan evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum untuk mata pelajaran bahasa Arab oleh SMU. Sehingga belum bisa diketahui efektivitas pengajaran bahasa Arab di SMU berdasarkan kurikulum tersebut. Dengan demikian belum dapat diketahui pula tingkat ketercapaian tujuan pengajaran bahasa Arab di SMU sebagaimana diamanatkan kurikulum.
            Agar pengajaran di sekolah selalu dapat memenuhi tuntutan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat, maka secara periodik, minimal sekali dalam lima tahun, kurikulum sekolah perlu diperbarui. Untuk memperbarui kurikulum tersebut, perlu diketahui pula pelaksanaan kurikulum yang berlaku.
            Untuk mengetahui pelaksanaan kurikulum tersebut di lapangan, dan untuk mendapatkan gambaran efektivitas pelaksanaannya, serta tingkat pencapaian tujuan pengajaran, perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini akan memberikan gambaran nyata tidak saja mengenai pelaksanaan kurikulum, efektivitas pelaksanaannya, serta tingkat pencapaian tujuan, tetapi juga mengenai ketersediaan sumber bahan, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, kualifikasi guru yang melaksanakan kurikulum tersebut, serta minat siswa untuk mengikuti pelajaran bahasa asing.
            Disamping itu hasil penelitian ini juga akan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait sebagai pijakan dalam pembaruan kurikulum bahasa Arab secara khusus dan pengembangan pengajaran bahasa asing pada umumnya di masa mendatang.
            Atas dasar pemikiran itulah maka penelitian ini dilakukan.

METODE
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran yang objektif tentang pelaksanaan Kurikulum SMU 1994 mata pelajaran bahasa Arab, terutama gambaran mengenai (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab, (2) ketersediaan guru bahasa Arab, (3) metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa Arab, (4) ketersediaan media/alat bantu pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang mendukung pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang menghambat pembelajaran bahasa Arab, dan (6) minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab.
            Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif. Sesuai dengan hakekat metode deskriptif kuantitatif, maka pelaksanaan kurikulum bahasa Arab di SMU Kota dan Kabupaten Malang akan digambarkan secara obyektif sistematis sebagaimana adanya. Populasi penelitian ini adalah semua siswa, guru bahasa Arab, dan kepala sekolah dari 10 (sepuluh) SMU baik negeri maupun swasta yang menyajikan bahasa Arab.
            Sampel penelitian ini terdiri atas sampel sekolah dan sampel responden. Untuk sampel sekolah, karena jumlah SMU yang menyajikan bahasa Arab berjumlah 10 (sepuluh) buah, maka jumlah tersebut diambil seluruhnya sebagai sasaran penelitian, dengan rincian 3 (tiga) SMU Negeri dan 7 (tujuh) SMU Swasta.
Sampel responden terdiri atas siswa, guru bahasa Arab dan kepala sekolah. Dari sepuluh SMU yang menjadi sampel, masing-masing diambil 10 (sepuluh) siswa sebagai sampel siswa. Dengan demikian akan ditemukan sampel siswa sebanyak 100 (seratus) siswa. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa di beberapa SMU, siswa yang memprogram bahasa Arab kurang dari sepuluh orang. Berdasarkan kenyataan  tersebut maka jumlah sampel responden siswa berjumlah 84 (delapan puluh empat) orang. 
Untuk sampel responden guru bahasa, dari sampel sekolah yang berjumlah 10 (sepuluh) sekolah, masing-masing diambil satu orang guru bahasa Arab, sehingga ditemukan sampel responden guru sebanyak 10 (sepuluh) orang. Demikian juga untuk sampel responden kepala sekolah, karena setiap sekolah memiliki satu orang kepala sekolah, maka ditemukan 10 (sepuluh) orang sampel responden kepala sekolah.
Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan instrumen pengumpul data yang berupa kuesioner untuk seluruh responden. Instrumen untuk guru digunakan untuk menjaring data-data tentang pembelajaran bahasa Arab.
            Instrumen untuk siswa digunakan untuk menjaring data-data tentang persepsi siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru, minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab, dan pendapat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab.  
Untuk mengetahui tingkat keterbacaan instrumen, baik instrumen untuk siswa maupun untuk guru, sebelum penelitian dilakukan, diadakan uji coba instrumen. Uji coba ini dilakukan di salah satu sekolah yang memiliki kemiripan dengan sampel sekolah.
            Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Sampel responden siswa yang berasal dari satu sekolah dikumpulkan dalam satu ruangan kelas dan pengisian kuesioner dilakukan dengan pengawasan dan bimbingan petugas pengumpul data.
Kepada sampel guru bahasa Arab dan kepala sekolah di masing-masing sekolah diberikan kuesioner untuk diisi. Kuesioner yang telah diisi diambil pada hari yang lain oleh petugas pengumpul data.
            .Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab di SMU digunakan teknik prosentase.
 
HASIL
Seperi telah dikemukakan di bagian awal artikel ini, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran obyektif pelakanaan kurikulum 1994 pelajaran bahasa Arab di SMU, terutama yang menyangkut (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab, (2) ketersediaan guru bahasa Arab, (3) metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa Arab, (4) ketersediaan media/alat bantu pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang mendukung pembelajaran bahasa Arab, (5) faktor-faktor yang menghambat pembelajaran bahasa Arab, dan (6) minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab.
Hasil penelitian yang menyangkut buku teks yang digunakan di SMU Kota dan Kabupaten Malang adalah sebagai berikut. Buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya (50%) sesuai dengan GBPP Kurikulum 1994. Sebagian SMU (40%) menggunakan buku teks yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk melanjutkan studi dan dan buku teks yang ditetapkan oleh induk sekolah tersebut yaitu Persarikatan Muhammadiyah. Masih ada juga (10%) sekolah yang menggunakan buku teks yang disusun berdasarkan GBPP Kurikulum1984.
Mengenai ketersediaan guru bahasa Arab, SMU pada umumnya (80%) telah memiliki guru yang berkualifikasi sebagai pengajar bahasa Arab. Hal itu karena mereka berlatar belakang pendidikan bahasa Arab. Sebagian kecil (20 %) dari mereka adalah sarjana agama atau lulusan pondok pesantren.
            Untuk meningkatkan kemampuan bahasa Arab mereka, seluruh responden guru bahasa Arab (100%) menyatakan pernah mengikuti penataran yang ada kaitannya dengan bahasa Arab dan pembelajarannya.  Disamping itu, sebagian mereka (50 %) pernah belajar di pondok pesantren. Dilihat dari segi pengalaman, para guru bahasa Arab di SMU umumnya (60%) telah memiliki pengalaman mengajar lebih dari lima tahun. Sebagian kecil dari mereka (40 %) memiliki pengalaman mengajar kurang dari lima tahun. Namun demikian, ketika para Kepala Sekolah ditanya tentang jumlah guru, hampir semuanya (90 %) menyatakan perlu adanya tambahan guru bahasa Arab yang berkualifikasi.
            Mengenai metode yang digunakan dalam pembelajaran, penelitian ini menemukan bahwa semua guru bahasa Arab (100%) menyatakan bahwa metode pengajaran bahasa Arab yang mereka gunakan adalah metode eklektik yaitu perpaduan dari berbagai metode pengajaran bahasa Arab yang dianggap menunjang proses belajar mengajar di kelas.
            Mengenai penggunaan media pembelajaran, penelitian ini menemukan bahwa mayoritas guru (80%) menggunakan bantuan media dalam pembelajaran bahasa Arab di kelas. Sedikit di antara mereka (20%) yang tidak menggunakan media. Adapun jenis media yang dipakai relatif beragam, antara lain tape recorder, gambar, laboratorium bahasa, benda asli dan benda tiruan.
Ditanya mengenai keberadaan Laboratorium Bahasa di sekolah, lebih dari separo responden guru (70%) menyatakan bahwa lembaga mereka telah memiliki lab bahasa. Sedikit di antara mereka (30 %) yang menyatakan bahwa lembaga mereka belum memiliki laboraturium bahasa.
Namun demikian, sedikit sekali (10%) guru bahasa Arab  yang sering memanfaatkan laboraturium tersebut untuk pengajaran bahasa Arab. Sebagaian mereka (60%) jarang menggunakannya, bahkan 30% dari mereka tidak pernah menggunakannya.
Umumnya (90%) SMU yang menyajikan bahasa Arab di Kota dan Kabupaten Malang memiliki perpustakaan. Namun demikian perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku tentang bahasa Arab relatif sedikit (30%). 
            Hasil penelitian yang menyangkut faktor pendukung  pembelajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang menunjukkan bahwa faktor pendudukung utama (50%) pembelajaran bahasa Arab di SMU adalah tersedianya guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab. Faktor pendukung yang lain (50%) relatif bervariasi seperti adanya minat siswa, tersedianya buku pegangan bagi guru dan siswa, adanya GBPP, laboratorium bahasa, dan adanya buku-buku yang mencukupi.
            Adapun faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat proses belajar mengajar bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah tidak adanya guru yang berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, tidak adanya minat siswa, tidak adanya buku pegangan untuk guru, tidak adanya buku pegangan untuk murid, tidak adanya GBPP untuk bahasa Arab, tidak adanya laboraturium  bahasa dan tidak adanya buku-buku yang cukup di perpustakaan.
            Ketika responden para siswa ditanya tentang minat mereka terhadap pembelajaran bahasa Arab di SMU umumnya mereka (52,4%) menyatakan sangat berminat. Sedikit dari mereka (23,8%) yang menyatakan agak berminat, sebagian kecil dari mereka (19,04%) menyatakan kurang berminat. 
Hal tersebut antara lain dapat dilihat dari motivasi keikutsertaan siswa dalam pelajaran bahasa Arab. Umumnya siswa (52,3%) mengikuti pelajaran bahasa Arab atas kemauan sendiri. Sebagian mereka (14,28%) atas dorongan guru, dan yang lain  atas dorongan orang tua.
 
BAHASAN
Dari hasil penelitian yang terkait dengan buku teks diketahui bahwa  buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya (50%) sesuai dengan GBPP Kurikulum 1994. Sebagian SMU (40%) menggunakan buku teks yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk melanjutkan studi dan dan buku teks yang ditetapkan oleh induk sekolah tersebut yaitu Persarikatan Muhammadiyah. Masih ada juga (10%) sekolah yang menggunakan buku teks yang disusun berdasarkan GBPP Kurikulum1984.
Kenyataan tersebut sangat memprihatinkan mengingat bahwa proses belajar mengajar di kelas, untuk mata pelajaran apapun dan jenjang sekolah apapun, mestinya berpijak pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kalau ternyata kurikulum yang digunakan oleh suatu sekolah ditetapkan oleh lembaga yang menjadi induk sekolah tersebut, minimal kurikulum itu harus mengakomodasi amanat yang tertuang dalam kurikulum yang ditetapkan pemerintah tersebut.
Mengapa masih ada sekolah yang menggunakan buku teks yang tidak sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan? Jawaban dari pertanyaan ini memang tidak tergambar dalam hasil penelitian. Akan tetapi, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya hal itu. Misalnya, tidak tersedianya buku teks yang sesuai dengan kurikulum karena memang belum ada penulis yang menyusun buku teks tersebut. Sehingga guru memanfaatkan buku teks yang ada, meskipun tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum. 
Mengenai ketersediaan guru yang berkualifikasi, hasil penelitian menyebutkan bahwa guru bahasa Arab di SMU pada umumnya (80%) telah memiliki kualifikasi sebagai pengajar bahasa Arab. Hal itu karena mereka berlatar belakang pendidikan bahasa Arab. Sebagian kecil (20 %) dari mereka adalah sarjana agama atau lulusan pondok pesantren. Ketersediaan guru yang memenuhi kualifikasi tersebut sangat mendukung keberhasilan pembelajaran. Namun demikian, guru sebagai ujung tombak pembelajaran perlu senantiasa mengembangkan diri dan kemampuannya sesuai dengan perkembangan dan kemajuan jaman. Dengan demikian ia akan dapat menerima inovasi-inovasi baru di bidang yang digelutinya.   
            Menarik untuk disimak hasil penelitian yang terkait dengan penggunaan metode dalam pembelajaran bahasa Arab. Penelitian ini menemukan bahwa semua guru bahasa Arab (100%) menyatakan bahwa metode pengajaran bahasa Arab yang mereka gunakan adalah metode eklektik, yaitu perpaduan dari berbagai metode pengajaran bahasa Arab yang dianggap menunjang proses belajar mengajar di kelas. Hal ini menarik karena Kurikulum 1994 mengamanatkan penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Arab. Sementara itu terdapat 50% responden sekolah yang menggunakan Kurikulum 1994 dalam pembelajaran bahasa Arab. Ini bisa diartikan bahwa sekolah-sekolah tersebut tidak taat kurikulum dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Arab, terutama dalam hal metode pembelajaran. Tetapi bisa juga diartikan bahwa mereka sebenarnya telah melaksanakan pendekatan komunikatif karena pendekatan ini mungkin termasuk dalam metode eklektik yang mereka gunakan.
            Mengenai penggunaan media pembelajaran, penelitian ini menemukan bahwa mayoritas guru (80%) menggunakan bantuan media dalam pembelajaran bahasa Arab di kelas. Sedikit di antara mereka (20%) yang tidak menggunakan media. Adapun jenis media yang dipakai relatif beragam, antara lain tape recorder, gambar, laboratorium bahasa, benda asli dan benda tiruan. Kalau pernyataan para guru bahasa Arab tersebut benar, sangatlah menggembirakan. Akan tetapi ada satu hal yang tampaknya perlu mendapatkan perhatian, yaitu mengenai penggunaan media yang berupa laboraturium bahasa. Ketika para guru ditanya mengenai keberadaan Laboratorium Bahasa di sekolah, lebih dari separo responden guru (70%) menyatakan bahwa lembaga mereka telah memiliki laboraturium bahasa. Sedikit di antara mereka (30 %) yang menyatakan bahwa lembaga mereka belum memiliki laboraturium bahasa. Namun demikian, sedikit sekali (10%) guru bahasa Arab  yang sering memanfaatkan laboraturium tersebut untuk pengajaran bahasa Arab.
Mengenai sebab-sebab minimnya guru bahasa Arab yang menggunakan laboraturium bahasa,  masih perlu diteliti lebih lanjut. Akan tetapi bisa diprediksi bahwa salah satu penyebabnya adalah karena minimnya pengetahuan dan kemampuan mereka mengelola dan mengoperasikan laboraturium bahasa tersebut. Atau, karena laboraturium yang ada itu tidak dilengkapi dengan perangkat lunak berupa bahan-bahan pelajaran.
            Hasil penelitian yang menyangkut faktor pendukung  pembelajaran bahasa Arab pada SMU di Kota dan Kabupaten Malang menunjukkan bahwa faktor pendudukung utama (50%) pembelajaran bahasa Arab di SMU adalah tersedianya guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab. Faktor pendukung yang lain (50%) relatif bervariasi seperti adanya minat siswa, tersedianya buku pegangan bagi guru dan siswa, adanya GBPP, laboratorium bahasa, dan adanya buku-buku yang mencukupi. Persoalannya adalah bagaimana faktor pendukung yang ada itu bisa dikembangkan dan dipelihara sehingga suasana sekolah selalu kondusif bagi pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Arab.
            Sementara itu, faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat proses belajar mengajar bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah tidak adanya guru yang berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, tidak adanya minat siswa, tidak adanya buku pegangan untuk guru, tidak adanya buku pegangan untuk murid, tidak adanya GBPP untuk bahasa Arab, tidak adanya laboraturium  bahasa dan tidak adanya buku-buku yang cukup di perpustakaan. Melihat kenyataan tersebut, sekolah ditantang untuk dapat mengatasi berbagai hambatan yang ada dengan melibatkan semua pihak yang terkait dengan pendidikan.
            Hasil penelitian yang terkait dengan minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab menyatakan bahwa umumnya siswa (52,4%) menyatakan sangat berminat. Sedikit dari mereka (23,8%) yang menyatakan agak berminat, sebagian kecil dari mereka (19,04%) menyatakan kurang berminat. Suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak-pihak yang terkait dengan bahasa Arab adalah menciptakan atmosfir yang dapat menarik siswa untuk belajar bahasa Arab. Hal itu bisa dilakukan antara lain melalui peningkatan kualitas guru, penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran yang representatif, penyediaan media yang relevan dengan tujuan pembelajaran, dan pemberian penhargaan kepada siswa yang berprestasi di bidang bahasa Arab.  

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis data serta pembahasan yang telah dikemukakan terdahulu, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) buku teks yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah buku teks bahasa Arab yang umumnya sesuai dengan GBPP, (2) guru bahasa Arab yang tersedia di SMU mayoritas memiliki kualifikasi sebagai pengajar bahasa Arab, (3) metode pembelajaran bahasa Arab yang digunakan di SMU di Kota dan kabupaten Malang adalah metode eklektik, (4) mayoritas SMU di Kota dan Kabupaten Malang telah memiliki alat bantu/media pembelajaran bahasa Arab, tetapi   belum semua guru memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar bahasa Arab di kelas; (5) faktor yang paling mendukung  pembelajaran bahasa Arab pada SMU di kota dan kabupaten Malang adalah tersedianya guru yang berkualifikasi dalam bidang bahasa Arab, (6) faktor-faktor yang dirasa sebagai penghambat proses belajar mengajar bahasa Arab pada sebagian SMU di Kota dan Kabupaten Malang adalah tidak adanya guru yang berkualifikasi, jumlah guru yang tidak mencukupi, rendahnya motivasi siswa, tidak adanya buku pegangan untuk guru, dan tidak adanya buku pegangan untuk murid; dan (7) minat siswa terhadap pelajaran bahasa Arab tergolong tinggi.

Saran
Berdasrkan hasil penelitian tersebut, disampaikan saran-saran sebagai berikut: (1) para guru bahasa Arab di SMU Kota dan Kabupaten Malang hendaknya memanfaatkan sepenuhnya media pembelajaran bahasa Arab yang telah tersedia untuk pembelajaran di kelas, (2) para guru bahasa Arab dan pihak kepala sekolah hendaknya memberi motivasi dan mengenalkan pentingnya bahasa Arab sejak dini kepada siswa sehingga minat mereka terhadap  bahasa Arab akan meningkat, (3) perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan aspek bahasan lain yang belum tersentuh oleh penelitian ini seperti prestasi siswa dalam pembelajaran bahasa Arab dan aspek-aspek yang menyebabkan minimnya peminat bahasa Arab pada SMU Kota dan Kabupaten Malang.


DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsini. 1991. Prosudur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Depdiknas. 1999. Rumusan Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa.

Depdikbud, 1994. Garis-garis Besar Program Pengejaran (GBPP) Mata Pelajaran Bahasa Arab Sekolah Menengah Atas Tahun 1994. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan.

Ditjen Dikti. 1994. Tap-tap MPR 1993 Bahan Penataran. Jakarta: Ditjen Dikti.

Fuad Effendy, 1996. Beberapa Kunci Untuk Memahami dan Mendalami GBPP Bahasa Arab Kurikulum SMU Tahun 1994. Malang: JPBA FPBS IKIP Malang.

Effendy, Fuad. 1994. Trend Kurikulum Tahun 1994 SMU Mata Pelajaran Bahasa Asing Kedua. Malang: JPBA FPBS IKIP Malang.

Gay, L.R. 1987.Educational Research Compentencies for Analysis and Application (Third Editian). Columbus : Merill Publishing Company.

Huda, Nuril, 1990. Metode Audiolingual vs. Metode Komunikatif : Suatu Perbandingan. Jakarta: Proyek Peningkatan Alat-alat IPA dan PKG Dirdikmenum.

Muhaiban, 1993. Persepsi dan Minat Siswa SMA di Jawa Timur Terhadap Pelajaran Bahasa Arab di TVRI. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang.

Sukadarman, M.S., 1981. Penelitian Tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Asing Pilihan Pada SMA di Kotamadya dan Kabupaten Malang. Malang: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IKIP Malang.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar