Senin, 25 Juli 2016

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAHASA ARAB
DI SEKOLAH MENENGAH UMUM (SMU) DAN MADRASAH ALIYAH (MA)


Muhaiban

Abstrak: Pembelajaran kontekstual sebagai suatu konsep pembelajaran yang mengkaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata bertujuan membekali siswa dengan pengatahuan yang secara fleksibel dapat ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain. Hal itu dapat dicapai dengan strategi: relating, experiencingapplyingcooperating, dan transfering. Strategi itu akan efektif apabila didukung oleh: pembelajaran bermakna, penerapan pengetahuan, berfikir tingkat lebih tinggi, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar, responsifitas terhadap budaya, dan penialaian autentik.

Kata-kata kunci: Bahasa Arab SMU, Bahasa Arab MA,
                              Pembelajaran Kontekstual.


Pendekatan pengajaran dan pembelajaran bahasa asing di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan pemikiran para ahli pengajaran bahasa. Pada tahun tujuhpulahan para pengajar bahasa asing di SMU dan MA  banyak menerapkan pendekatan audiolingual. Hal itu sesuai dengan amanat kurikulum yang berlaku saat itu. Keadaan tersebut berlangsung sampai tahun sembilanpuluhan. Dengan ditetapkannya kurikulum SMU/MA tahun 1994, yang mengamanatkan penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing, maka berkembanglah sejak saat itu pendekatan komunikatif di sekolah dan madrasah. Penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing tersebut masih berlangsung sampai sekarang.
            Di Indonesia saat ini tengah dikenalkan dan dikembangkan sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL).  Pengembangan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
            Pendekatan pembelajaran ini diupayakan untuk dikembangkan dalam rangka menjawab berbagai persoalan pembelajaran. Misalnya, bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran tertentu sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana seorang    
Muhaiban adalah dosen pada Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (FS-UM).
guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana cara membuka wawasan berpikir yang beragam dari para siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata (Depdiknas (2002). Itu semua adalah persoalan dan sekaligus tantangan pembelajaran yang menuntut para guru untuk melakukan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran kontekstual dicoba untuk diperkenalkan sebagai salah satu jawaban dari persoalan-persoalan tersebut.
Pendekatan pembelajaran kontekstual ini sebenarnya bukanlah hal baru. John Dewey telah memperkenalkan pendekatan ini untuk pertama kali pada awal abad ke 20 di Amerika Serikat (Depdiknas, 2002:7). Pendekatan ini telah berkembang di berbagai negara maju dengan  nama yang berbeda. Di Amerika Serikat pendekatan ini berkembang dengan nama Contextual Teaching and Learning (CTL).  Di negeri Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistik Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika (Depdiknas, 2002:3).
Sebagai sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran, CTL dapat diterapkan dalam pengajaran dan pembelajaran berbagai mata pelajaran, termasuk bahasa Arab.
            Artikel ini berupaya memaparkan hal-hal yang terkait dengan CTL dan penerapannya dalam pengajaran dan pembelajaran BA di SMU dan MA.

PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

            Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsep pembelajaran yang membantu guru untuk mengkaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Nur, 2001). 
            Blanchard (dalam Nur, 2001) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.  Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan adanya proses berpikir tingkat lebih tinggi, alih pengetahuan lintas disiplin, pengumpulan, analisis dan sintesa informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.
            Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengatahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya (Depdiknas, 2002:4).
            Pembelajaran kontekstual mrupakan konsep yang didukung oleh berbagai penelitian aktual dalam ilmu kognitif dan teori-teori tentang tingkah laku yang secara bersaaama-sama mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2002:5).
Untuk dapat menerapkan pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual ini dengan baik, perlu diperhatikan 6 (enam) unsur kunci dalam pendekatan tersebut (Depdiknas, 2002:11—12). Enam kunci itu adalah sebagai berikut.
Pertama, pembelajaran bermakna. Siswa dilibatkan secara aktif dalam pengalama dunia nyata yang dapat memotivasi mereka untuk menghubungkan persepsi, nilai, dan makna pribadi dengan materi yang dipelajari.
            Kedua, penerapan pengetahuan. Diupayakan agar siswa dapat menerapkan materi yang dipelajarinya dalam tatanan dan fungsi lain pada masa sekarang dan mendatang.
            Ketiga, berfikir tingkat lebih tinggi. Siswa dilatih untuk berfikir secara kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu issu, atau memecahkan suatu masalah.
            Keempat, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Materi pengajaran berhubungan dengan beragam standar lokal, regional, nasional, industri, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.  
            Kelima, responsif terhadap budaya. Pengajar hendaknya memahami dan menghormati nilai, keyakinan, dan kebiasaan siswa, sesama pengajar, dan masyarakat tempat mereka mengajar.
            Keenam, penialaian autentik. Perlu diupayakan penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar yang diharapkan dari siswa (misalnya penialaian proyek/tugas terstruktur, kegiatan siswa, rubrik, daftar cek, atau  pedoman observasi).
            Dengan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pola pembelajaran kontekstual  berbeda dengan pola pembelajaran konvensional. Perbedaan tersebut secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1 Perbedaan antara pola pembelajaran kontekstual dan konvensional

Kontekstual

Konvensional

· Menyandarkan pada memory
     Spasial
· Menyandarkan kepada hapalan
· Pemilihan informasi berdasarkan
     Kebutuhan individu individu siswa
· Pemilihan informasi dilakukan oleh
          Guru
· Cenderung mengintegrasikan 
     Beberapa bidang (disiplin)
· Cenderung terfokus pada satu  
     bidang (disiplin) tertentua
· Selalub mengkaitkan informasi  
     Dengan dengan pengetahuan awal
     yang telah  dimiliki siswa
· Memberikan tumpukan informasi   
     kepada siswa sampai pada saatnya
     diperlukan
· Menerapkan penilaian autentik
     melalui penerapan praktis dalam   
     pemecahan masalah
· Penilaian hasil belajar hanya
     melalui kegiatan akademik berupa
     ujian/ulangan
                                                                                                       (Depdiknas, 2002)

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

            Untuk menerapkan pengajaran dan pembelajaran kontekstual, telah diperkenalkan beberapa strategi oleh Universitas Washington (dalam Nur, 2001). Berikut ini diuraikan secara singkat strategi tersebut.

Pengajaran Autentik

            Pengajaran autentik adalah pengajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam konteks bermakna. Strategi ini mengutamakan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah yang merupakan keterampilan penting dalam tatanan kehidupan nyata.

Pembelajaran Berbasis Inquiri

            Pembelajaran berbasis inquiri ini merupakan strategi pembelajaran yang berpola metode sains. Strategi ini memberikan kesempatan siswa untuk belajar dalam suasana penuh kebermaknaan. Suatu masalah diajukan dan metode ilmiah digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.

Pembelajaran Berbasis Masalah

            Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan terampil memecahkan masalah, dan untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial.

Pembelajaran Berbasis Kerja

            Pembelajaran berbasis kerja adalah suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari isi mata pelajaran  berbasis sekolah dan bagaimana isi pelajaran tersebut digunakan dalam tempat kerja.
            Sementara itu, Blanchard (dalam Nur, 2001) mengemukakan 6 (enam) strategi CTL yaitu: (1) penekanan pada pemecahan masalah, (2) kesadaran mengenai perlunya dilakukan kegiatan pengajaran dan pembelajarn dalam berbagai konteks  seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja; (3) pembimbingan siswa untuk memantau dan mengarahkan pembelajaran mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri, (4) penekanan pada pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda, (5) dorongan kepada siswa untuk belajar dari dan bersama teman-temannya, (6) penggunaan penialaian autentik 
            Sementara itu, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual, Center for Occupational Research and Development (CORD) (dalam Depdiknas, 2002) mengenalkan 5 strategi pembelajaran yang disingkat REACT, yaitu: (1) Relating, maksudnya adalah belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata, (2) Experiencing, yaitu belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan  penciptaan ( invention); (3) Applying, yaitu belajar di mana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya, (4) Cooperating, yaitu belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan pemakaian bersama, (5) Transfering, yaitu belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi dan konteks baru.   

PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

            Seperti telah dikemukakan di muka, penilaian dalam pembelajaran kontekstual didasarkan pada penilaian autentik, yaitu penilaian melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah. Pola penilaian dalam pembelajaran kontekstual ini, sebagaimana juga tampak dalam tabel 1,  berbeda dengan penilaian dalam pembelajaran tradisional atau konvensional. Dalam strategi penilaian pembelajaran kontekstual tidak dikenal kriteria benar atau salah. Pokok permasalahn penilaian pembelajaran kontekstual ini terletak pada kemampuan guru memilih cara penilaian untuk menentukan apa yang telah siswa ketahui dan apa yang dapat dia lakukan. Suatu alat ukur atau strategi penilaian dalam pembelajaran kontekstual dapat dikatakan baik apabila memempunyai kaitan yang signifikan dengan tujuan dan dampak nyata dari materi pelajaran.  Penilaian autentik dengan demikian adalah  penilaian yang dapat mengukur penerapan pengetahuan di dalam berbagai konteks autentiks.
            Penilaian autentik bertujuan untuk menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa, atau tentang kualitas program pendidikan. Penilaian mengenai apakah pengetahuan dan keterampilan telah dipelajari dengan baik, termasuk juga penilaian mengenai pemanfaatannya dalam konteks kehidupan nyata yang bermakna (Depdiknas, 2002).
            Berdasarkan pengertian dan kriteria penilaian pembelajaran kontekstual yang telah diuraikan, maka strategi penilaian yang cocok tampaknya merupakan gabungan antara berbagai teknik penilaian berikut (Depdiknas, 2002).
            Pertama, penilaian kinerja. Penilaian ini dikembangkan untuk mentes kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan siswa pada berbagai situasi nyata dfan dalam konteks tertentu. Penilaian kinerja ini dapat berbentuk pertanyaan terbuka atau pilihan ganda. Penilaian ini dapat berupa membaca, menulis, proyek, proses, pemecahan masalah, tugas analisis, atau tugas-tugas lain yang memungkinkan siswa mendemonstrasi-kan kemampuannya untuk mewujudkan tujuan dan dampak nyata tertentu.
            Kedua, obervasi sistematik. Penialaian ini bermanfaat untuk memperoleh informasi tentang dampat nyata kegiatan pembelajaran terhadap sikap siswa. Secara berkala siswa diobservasi dan hasilnya dicatat untuk menginterpretasikan apakah petunjuk siswa sesuai dengan tujuan dan dampak nyata pembelajaran yang telah ditentukan.
            Ketiga, portfolio. Portfolo adalah kumpulan berbagai keterampilan, ide, minat, dan keberhasilan atau prestasi siswa selama jangka waktu tertentu (Hart, 1994 dalam Depdiknas, 2002) yang memberikan gaambaran perkembangan siswa setiap saat. Portfolio tidak selalu dalam bentuk tulisan. Siswa yang memiliki keterbatasan dalam menulis dapat menyampaikan hasil belajarnya dengan menggunakan gambar, model fisik atau alat peraga.
            Keempat, jurnal sains. Jurnal sains merupakan media bagi siswa untuk merefleksikan atau mengkaitkan pemikirannya dengan pemikiran sebelumnya. Dengan jurnal siswa dapat menuliskan ide-ide, minat, dan pengalaman yang didapatnya selama proses belajar.         
           

PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DI SMU DAN MA

            Bahasa Arab (BA) telah diberlakukan di SMU sejak tahun 1975 dengan diberikannya tempat bagi BA pada Kurikulum SMU Tahun 1975. Sejak saat itu eksistensi BA di SMU semakin mantap.  Pada Kurikulum SMU Tahun 1984,  BA sebagai bahasa asing pilihan disajikan untuk Jurusan A3 dan A4 selama 4 (empat) semester, dan pada kurikulum SMU Tahun 1994 BA untuk Jurusan Bahasa dengan alokasi waktu 9 (sembilan) jam per minggu selama 2 (dua) semester (Muhaiban, 2001).
            Data secara nasional mengenai jumlah SMU yang menyajikan BA belum didapatkan, namun untuk Jawa Timur, BA adalah bahasa asing pilihan yang paling banyak disajikan di SMU (60%), yaitu 40 SMU Negeri dan 310 SMU Suasta (Effendy, 2001). 
            Pendekatan pengajaran dan pembelajaran BA di SMU dari waktu ke waktu  mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan pengajaran dan pembelajaran bahasa pada umumnya. Kurikulum SMU Tahun 1994 mengamanatkan agar pendekatan dan metode pengajaran dan pembelajaran BA di SMU menggunakan pendekatan audiolingual dan pendekatan komunikatif  (Effendy, 2001).
            Sementara itu, BA merupakan mata pelajaran wajib di MA dan menjadi mata pelajaran pilihan bagi Program Bahasa.  Data secara nasional mengenai jumlah MA yang menyajikan BA adalah 381 madrasah negeri dan 2.027 madrasah suasta (Dhofier, 1994 dalam Effendy, 2001).
            Adapun pendekatan pengajaran dan pembelajaran BA yang diterapkan di MA tidak berbeda dengan pendekatan yang digunakan di SMU, yaitu pendekatan audiolingual dan pendekatan komunikatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Fithratin Nufus (2000) tentang Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa Arab pada Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) se Kabupaten Gresik menunjukkan bahwa mayoritas guru BA di MA telah menerapkan pendekatan komunikatif tersebut dalam proses belajar mengajar BA.

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAHASA ARAB DI SMU DAN MA

            Untuk dapat menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan baik, guru bahasa Arab SMU maupun MA terlebih dahulu perlu memahami konsep pembelajaran kontekstual tersebut. Konsep yang dimaksud meliputi pengertian, tujuan, prinsip-prinsip pembelajaran, strategi, dan sistem evaluasi pembelajaran. Dengan pemahaman yang baik mengenai konsep pembelajaran tersebut, guru tidak akan terjebak pada pembelajaran konvensional atau tradisional yang banyak mewarnai pembelajaran di dalam kelas selama ini.
Setelah konsep pembelajaran kontekstual tersebut difahami dengan baik, agar pembelajaran dapat dilaksanakan dengan efektif, guru hendaknya melakukan langkah-langkah seperti diuraikan berikut ini.

 

Telaah Konsep Materi Pembelajaran

Sebelum guru memulai proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas, guru hendaknya terlebih dahulu menelaah konsep atau teori yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa. Materi yang akan dipelajari oleh siswa tersebut secara umum telah tergambar pada kurikulum. Guru perlu mencermati materi tersebut dari sisi konsep atau teori. Dengan pemahaman yang baik tentang konsep materi pelajaran, guru akan mempunyai gambaran mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan selanjutnya seperti pemilihan materi pembelajaran, penetapan metode dan pendekatan pembelajaran, penentuan media atau alat bantu pembelajaran, strategi yang akan dipilih dalam pembelajaran, dan bentuk evaluasi yang akan digunakan.
            Materi pembelajaran bahasa Arab MA program bahasa dan meteri bahasa Arab SMU, dilihat dari Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) nya, sebenarnya tidak berbeda. Guru dapat menelaah konsep materi yang relevan untuk disajikan dengan pendekatan kontekstual tersebut melalui pokok bahasan atau tema dan anak tema yang telah tertuang dalam GBPP.
            GBPP bahasa Arab kurikulum SMU dan MA program bahasa Arab tahun 1994 disamping menyajikan tema dan anak tema, telah pula memuat keterampilan fungsional dan contoh-contoh ungkapan komunikatif yang harus dikuasai siswa. Sebelum guru menerapkan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, teori mengenai tema, anak tema, dan keterampilan fungsional tersebut hendaknya telah benar-benar dikuasai oleh guru.

Pemahaman Latar Belakang Siswa 
Guru hendaknya juga berupaya untuk mengetahui dan memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. Pemahaman latar belakang dan pengalaman hidup siswa oleh guru ini penting karena dalam pembelajaran kontekstual, latar belakang dan pengalaman siswa merupakan “modal” bagi guru dalam pembelajaran. Guru dapat mengkaitkan“modal” itu dengan konsep baru yang dipelajari siswa. Dengan pengkaitan seperti itu konsep baru yang dipelajari siswa akan lebih mudah diterima, di samping akan terjadi pula proses asimilasi dan asosiasi.
Proses asimilasi dianggap berhasil apabila konsep baru yang dipelajari dapat menambah atau memperkaya pemikiran dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Sedangkan proses asosiasi akan terjadi apabila konsep baru tersebut dapat mengubah atau memperbaiki pemikiran dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya (Depdiknas, 2002).
Pemahaman latar belakang itu termasuk latar belakang pengetahuan bahasa Arab siswa. Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab di SMU dan MA perlu disadari oleh guru bahwa latar belakang pengetahuan bahasa Arab siswa relatif bervariasi. Para siswa SMU atau MA yang berasal dari Madrasah Tsanawiya (MTs), apalagi MTs di lingkungan pondok pesantren, kemampuan bahasa Arabnya relatif baik bila dibanding mereka yang berasal dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).  Hiteroginitas latar belakang pengetahuan bahasa Arab siswa ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus dari guru, agar guru dapat menetapkan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa tersebut.
Di samping itu, perlu juga disadari bahwa guru di dalam kelas mungkin sekali akan mengajar siswa dengan berbagai keragaman latar belakang sosial dan budaya yang kompleks. Misalnya latar belakang suku bangsa, agama, status sosial-ekonomi, dan juga bahasa.  Hal tersebut hendaknya difahami oleh guru dan menjadi perhatiannya sebelum dia melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian guru akan dapat memanfaatkan kompleksitas keragaman tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran 

Pemahaman Lingkungan

Dalam pembelajaran kontekstual, pemahaman mengenai lingkungan belajar dan tempat tinggal siswa perlu dimiliki oleh guru. Guru hendaknya juga bisa mengkaitkan  lingkungan belajar dan tempat tinggal siswa itu dengan konsep atau teori yang akan dipelajari.
Guru bahasa Arab SMU dan MAN hendaknya menyadari bahwa pembelajaran kontekstual menuntut adanya lingkungan belajar yang kondusif sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan ini. Guru hendaknya memahami betul lingkungan itu sehingga dapat memanfaatkannya dengan baik dalam pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud tidaklah terbatas pada ruangan kelas, tetapi meliputi berbagai aspek lingkungan belajar seperti laboratorium bahasa, laboratorium komputer, tempat bekerja, masjid, ladang, sawah, studio, dan tempat-tempat lain yang dapat mendukung proses pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual mendorong para guru untuk memilih dan mendesain lingkungan belajar yang memungkinkannya untuk mengkaitkan berbagai bentuk pengalaman dan latar belakang siswa dengan konsep yang akan dipelajari.
Lingkungan yang telah dipilih atau didesain oleh guru tersebut memungkinkan siswa untuk mendapatkan hubungan yang bermakna antara pikiran-pikiran yang abstrak dan penerapan yang praktis dalam dunia nyata. Konsep dapat dipahami oleh siswa melalui proses penemuan dan pengkaitan..      

Penyusuan Rancangan Pembelajaran

Langkah terakhir yang harus dilakukan guru sebelum melaksanakan pembelajaran kontekstual di dalam kelas adalah menyusun rancangan pembelajaran. Dalam menyusun rancangan ini, hendaknya guru mempertimbangkan dan mengkaitkan konsep atau teori yang akan dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkugan hidup mereka.
Di samping itu, guru dalam menyusun rancangan pembelajaran perlu menyesuaikan dengan perkembangan mental siswa. Pemilihan materi dan metode yang akan diterapkan dalam pembelajaran hendaknya didasarkan pada kondisi sosial, emosional, dan perkembangan intelektual siswa. Dengan demikian karakteristik individual, kondisi sosial, dan lingkungan budaya siswa hendaknya menjadi perhatian guru dalam merencanakan pembelajaran.      

Pelaksanaan Pembelajaran

            Dalam mengimplemantasikan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, guru hendaknya dengan tak henti-hentinya mendorong siswa untuk mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Di samping itu, hendaknya guru juga mengkaitkan apa yang sedang dipelajari itu dengan fenomena kehidupan sehari-hari.
            Implementasi pembelajaran kontekstual di dalam kelas dapat dimulai dengan melemparkan suatau permasalahan yang terkait dengan kehidupan nyata siswa. Guru melibatkan siswa dalam pengamatan dan penelitian untuk pemecahan masalah. Hal itu dapat dilakukan dengan mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai materi pembelajaran.
            Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran, guru dapat membentuk kelompok-kelompok belajar yang saling memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain. Dengan kelompok-kelompok tersebut siswa dapat belajar dan memecahkan masalah   bersama teman-temannya di dalam kelompok. Di samping itu, mereka juga dapat berlatih bekerjasama dengan kelompok atau teman yang lain.
Dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual, guru hendaknya menggunakan teknik-teknik bertanya yang efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, mempercepat proses pemecahan masalah, dan meningkatkan keterampilan berfikir siswa.
Untuk itu perlu dicari dan dirancang berbagai jenis dan tingkatan pertanyaan  yang dapat menghasilkan tingkat berfikir, tanggapan, dan tindakan yang diperlukan siswa dalam proses pembelajaran. 
Guru hendaknya juga memotivasi siswa untuk dapat menarik kesimpulan dari apa yang telah dipelajarinya. Kesimpulan yang diambil oleh siswa tersebut merupakan akumulasi dari pemahaman siswa terhadap meteri yang dipelajari.

Penggunaan Penilaian Autentik

              Untuk mengetahui apa yang telah siswa ketahui dan apa yang dapat dilakukannya, guru melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran yang tengah berlangsung. Karena salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah membangun pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang bermakna melalui pengikutsetaan siswa ke dalam kehidupan nyata, maka bentuk penilaian yang digunakanpun hendaknya didasarkan pada metode dan tujuan pembelajaran itu sendiri, yaitu penilaian autentik. Pembelajaran kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan dan ketrampilan lebih dalam dan dengan cara yang bervariasi (Ananda, 2001 dalam Depdiknas, 2002:17).
Guru dapat mengkombinasikan berbagai strategi penilaian sebagaimana telah disebutkan di muka, yaitu: (1) penilaian kinerja, (2) observasi sistematik, (3) portfolio, dan (4) jurnal sains (Depdiknas, 2002). Penggunaan strategi penilaian tersebut hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan jenis materi pembelajaran.   
            Untuk memudahkan guru melihat apakah proses pembelajaran lontekstual yang dilaksanakannya telah sesuai dengan kriteria strategi pembelajaran kontekstual, guru dapat membuat model evaluasi yang antara lain berisi indikator pelaksanaan pembelajaran berikut: (1) konsep baru disajikan dalam situasi dan pengalaman nyata, (2) konsep dalam contoh-contoh dan latihan disajikan dalam konteks yang digunakan oleh siswa, (3) konsep baru disajikan berdasarkan pengalaman siswa sebelumnya, (4) latihan dan contoh berisisituasi nyata dan situasi yang diyakini berisi pemecahan masalah yang bermanfaat bagi siswa saat ini dan di masa mendatang, (5) contoh-contoh dapat mengembangkan sikap positif siswa, (6) siswa mengumpulkan dan menganalisis data mereka sendiri seperti ketika mereka dibimbing oleh guru dalam menemukan konsep, (7) siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan dan menganalisis  data untuk pembelajaran dan pengembangan, (8) aktifitas pembelajaran mendorong siswa menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat untuk masa depan siswa, (9) siswa berpartisipasi dalam diskuwsi kelompokdengan cara saling berkomunikasi dan menanggapi konsep dan keputusan, dan (10) pembelajaran dan latihan-latihan meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi (Kasihani, 2001).

SIMPULAN

            Berbagai permasalahan pembelajaran yang muncul di sekolah utamanya yang terkait dengan efektifitas dan efisiensi pendekatan pembelajaran bahasa Arab selalu dihadapi oleh para guru bahasa Arab di SMU dan MA.. Untuk menjawab persoalan tersebut perlu adanya inovasi-inovasi baru dalam pendekatan pembelajaran bahasa Arab.
Pembelajaran berbasis kontekstual merupakan salah satu jawaban dari persoalan tersebut yang perlu diketahui, difahami, dan diaplikasikan dalam proses pembelajaran bahasa Arab oleh para guru.
            Pembelajaran kontekstual yang bertujuan membekali siswa dengan pengatahuan yang dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya itu memiliki berbagai strategi. Strategi tersebut meliputi: (1) penekanan pada pemecahan masalah, (2) kesadaran mengenai perlunya dilakukan kegiatan pengajaran dan pembelajarn dalam berbagai konteks  seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja; (3) pembimbingan siswa untuk memantau dan mengarahkan pembelajaran mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri, (4) penekanan pada pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda, (5) dorongan kepada siswa untuk belajar dari dan bersama teman-temannya, dan (6) penggunaan penialaian autentik.
           

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Effendy, Ahmad Fuad. 2001. Peta Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia. Bahasa dan Seni Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya. Tahun 29, Edisi Khusus, Oktober 2001.
Kasihani dan Astinin. 2001. Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa Inggris. Makalah Pelatihan Calon Pelatih Guru SLTP, Juni 2001.
Muhaiban. 2001. Problematika Pengajaran Bahasa Arab di SMU dan Pemecahannya. Makalah Seminar Pengajaran Bahasa Arab Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra UM, Oktober 2001.    
Nur, Muhammad. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah Pelatihan TOT Guru Mata Pelajaran SLTP dan MTs, Juni 2001.
Nufus, Fitrotin.2000. Penerapan Pendekatan Komunikatif Dalam Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Se Kabupaten Gresik Tahun 1999-2000. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar