Jumat, 29 Juli 2016

MENGARANG

Handout/HMJ-Arab/Cerpen-18/4-2003                                                            Muhaiban

PROSES PENUANGAN GAGASAN

            Mengarang merupakan rangkaian kegiatan seseorang mengekspresikan pikirannya melalui bahasa tulis untuk dibaca dan difahami oleh orang lain. Buah pikiran yang diekspresikan itu merupakan formulasi dari pengalaman, pendapat, pengetahuan, keinginan, perasaan, dan gejolak hati seseorang. Ekspresi melalui bahasa tulis tersebut menjadi karya tulis yang dapat berupa karangan apapun, baik faktawi maupun fiksi, baik prosa maupun puisi.
            Dalam menuangkan pikiran atau gagasannya, seorang pengarang sering kali menemukan hambatan, sehingga proses penuangan gagasan tersebut terhenti, tertunda, atau bahkan gagal sama sekali.


            Hambatan penuangan gagasan ini bisa terjadi antara lain karena faktor-faktor  berikut.
1.  Kemampuan berbahasa.
     Bahasa merupakan media ekspresi lisan bagi sebuah gagasan atau buah pikiran. Bahasa memiliki aturan-aturan atau kaidah-kaidah. Segi-segi bahasa yang perlu mendapatkan perhatian dari seorang pengarang misalnya tatabahasa, irama, dan pilihan kata. Seorang pengarang hendaknya memiliki naluri bahasa yang kuat agar dapat memakai bahasa secara lincah, menarik, dan efektif. Untuk dapat menyajikan gagasan yang beraneka macam, pada diri pengarang perlu dikembangkan rasa bahasa, kemahiran pilih dan pilah ungkapan, serta intuisi keseimbangan bertutur.  Latar belakang dan kemampuan bahasa pengarang mempunyai pengaruh terhadap kelancaran proses dan kualitas hasil karangannya. 
2.  Pengalaman hidup
     Pengarang yang kaya akan pengalaman hidup secara teoritis mempunyai banyak bahan untuk dituangkan kembali dalam karangan-karangannya. Pengalaman hidup yang penuh avountur  dan “aneh-aneh”  dapat menjadi bahan yang baik bagi sebuah karangan yang berkualitas. Pengalaman tersebut tidak saja dapat diperoleh dari kenyataan hidup yang dialami oleh pengarang, tetapi juga dapat diperoleh melalui apa yang dilihat dan didengarnya dalam kehidupan, termasuk apa yang dibacanya dari buku-buku tentang kehidupan tersebut. Seseorang yang miskin pengalaman cenderung menemui banyak hambatan dalam mengarang.

3.  Motivasi
     Brooks dan Warren (dalam The Liang Gie,1992) mengemukakan bahwa motivasi seseorang untuk mengarang dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengungkapan (expression) dan tatahubungan (communication). Seseorang termotivasi untuk mengarang karena memiliki keinginan untuk mengungkapkan diri. Hal ini seperti seseorang yang tiba-tiba menyanyi sendiri atau bersiul karena kegembiraan dalam hatinya. Seseorang juga dapat termotivasi untuk mengarang karena adanya kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini seperti Anda yang mendadak ingin menulis surat untuk kekasih Anda, atau menulis Surat Pembaca dalam sebuah surat kabar. Kalau motivasi tersebut tidak pernah ada pada diri seseorang, mungkin tidak akan pernah lahir sebuah karangan.
4.  Kemiskinan
     Kemiskinan juga dapat menggangu kreativitas dan produktivitas pengarang. Seseorang yang perutnya lapar, pikirannya cenderung tidak jernih. Seorang pengarang yang terbiasa menulis sambil merokok, akan merasa terganggu apabila di tengah-tengah keasyikannya menulis tiba-tiba rokoknya habis. 
5. Kesempatan dan waktu
     Orang yang relatif sibuk dengan kegiatan-kegiatan lain di luar karang-mengarang, cenderung tidak memiliki kesempatan dan konsentrasi yang baik untuk mengarang. Dengan demikian proses penuangan gagasan terhambat atau bahkan tidak dapat berjalan sama seali.
            Untuk mengatasi berbagai hambatan penuangan gagasan tersebut, banyak hal perlu dilakukan oleh pengarang, tetapi yang paling utama dilakukan sebenarnya adalah segera memulai mengarang dan mengarang.
Orang sering berfikir bahwa untuk bisa mengarang dengan baik dia harus belajar terlebih dahulu teori dan teknik mengarang. Buku-buku tentang teori dan teknik mengarang memang banyak memberikan pengetahuan bagaimana seseorang bisa menjadi pengarang yang baik. Akan tetapi bisa jadi orang tersebut –kalau tidak pernah mengarang- akan menjadi ahli karang mengarang yang baik tetapi tidak pernah punya karangan.  Pengalaman menunjukkan hal itu.
Banyak sastrawan mulai mengarang sebelum mengetahui teori, dan mereka berhasil menjadi pengarang/sastrawan ulung. Sebagai contoh: Pramoedya Ananta Toer, Motinggo Busye yang kuliahnya di fakultas ekonomi. Atau Marga T, Taufiq Ismail, atau Asrul Sani yang kuliahnya di fakultas kedokteran. Banyak contoh yang lain.
Bukan berarti mempelajari teknik mengarang tidak penting, tetapi perlu disadari ahwa suatu teori tentang  karang-mengarang disusun oleh ahlinya ketika karangan sudah lahir. Sementara itu bentuk sastra dari waktu ke waktu berubah, dan teori lamapun tidak dipakai lagi. Oleh karena itu, mulailah mengarang dari sekarang juga dan jangan sibuk dengan mempelajari teori.
Untuk mengatasi berbagai hambatan penuangan gagasan, berikut ini dikemukakan beberapa saran.
1. Jangan menunggu sampai terkumpul banyak gagasan untuk mengarang. Mulailah segera menulis setelah gagasan lahir.
2. Begitu kegiatan mengarang telah dimulai, teruslah mengarang. Lawanlah godaan untuk berdiri dari tempat duduk.
3. Apabila terjadi kemacetan ditengah-tengah karangan, bacalah kembali dua atau tiga paragraf yang terakhir untuk menemukan alur pemikiran yang dapat menembus kebuntuan.
4. Kalimat-kalimat permulaan biasanya merupakan bagian yang sulit. Berilah perhatian khusu pada bagian awal ini.
5. Seringkali pembukaan alenia karangan terasa janggal dan tidak mempunyai  kaitan dengan bagian berikutnya. Tinggalkanlah alenia tersebut karena ia sebenarnya berfungsi sebagai pemanasan. Karangan sesungguhnya sering kali dimulai pada alenia kedua.
6. Seorang pengarang hendaknya menyadari hal-hal yang khas mengenai dirinya ketika mengarang.
            Itulah beberapa hal tentang proses penuangan gagasan. Manakala sebuah karangan telah selesai ditulis, simpanlah baik-baik untuk beberapa waktu. Ketika kelak  karangan itu dibaca ulang, mungkin akan ditemukan kekurangan-kekurangan. Pada saat itulah dilakukan penambahan atau pengubahan. Selamat berkarya!

Catatan: Tulisan ini sebagian besar diambil dari (1) Pamusuk Eneste. 1983. Proses Kreatif, dan (2) The Liang Gie. 1992. Pengantar Dunia Karang Mengarang.

                                                                                   
                                                                       
    




           

           

                                                                         





































  
           
  
             



            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar