PEMBELAJARAN BAHASA
ARABBERBASIS KONTEKSTUAL
PEMBELAJARAN BAHASA ARABBERBASIS KONTEKSTUAL
A. PENDAHULUAN
Pendekatan pengajaran dan pembelajaran
bahasa asing di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami perkembangan sesuai
dengan perkembangan pemikiran para ahli pengajaran bahasa. Pada tahun
tujuhpulahan para pengajar bahasa asing banyak menerapkan pendekatan
audiolingual. Hal itu sesuai dengan amanat kurikulum yang berlaku saat itu.
Keadaan tersebut berlangsung sampai tahun sembilanpuluhan. Dengan ditetapkannya
kurikulum tahun 1994, yang mengamanatkan penggunaan pendekatan komunikatif
dalam pembelajaran bahasa asing, maka berkembanglah sejak saat itu pendekatan
komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing. Penggunaan pendekatan komunikatif
dalam pembelajaran bahasa asing tersebut masih berlangsung sampai sekarang.
Di
Indonesia saat ini tengah dikenalkan dan dikembangkan sebuah pendekatan
pengajaran dan pembelajaran yang dikenal dengan Contextual Teaching and
Learning (CTL). Pengembangan tersebut
dilakukan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional.
Pendekatan
pembelajaran ini diupayakan untuk dikembangkan dalam rangka menjawab berbagai
persoalan pembelajaran. Misalnya, bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan
berbagai konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran tertentu sehingga pebelajar
dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana seorang
pengajar dapat berkomunikasi secara
efektif dengan pebelajarnya yang selalu bertanya tentang alasan dari sesuatu,
arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana cara
membuka wawasan berpikir yang beragam dari para pebelajar, sehingga mereka
dapat mempelajari berbagai konsep dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata
(Depdiknas (2002). Itu semua adalah persoalan dan sekaligus tantangan
pembelajaran yang menuntut para pengajar untuk melakukan inovasi-inovasi baru
dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran kontekstual dicoba untuk
diperkenalkan sebagai salah satu jawaban dari persoalan-persoalan tersebut.
Pendekatan
pembelajaran kontekstual ini sebenarnya bukanlah hal baru. John Dewey telah
memperkenalkan pendekatan ini untuk pertama kali pada awal abad ke 20 di
Amerika Serikat (Depdiknas, 2002:7). Pendekatan ini telah berkembang di berbagai
negara maju dengan nama yang berbeda. Di
Amerika Serikat pendekatan ini berkembang dengan nama Contextual Teaching
and Learning (CTL). Di negeri
Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistik Mathematics
Education (RME) dalam pembelajaran matematika (Depdiknas, 2002:3).
Sebagai sebuah pendekatan pengajaran dan
pembelajaran, CTL dapat diterapkan dalam pengajaran dan pembelajaran berbagai
mata pelajaran, termasuk bahasa Arab.
Artikel
ini berupaya memaparkan hal-hal yang terkait dengan CTL dan penerapannya dalam
pengajaran dan pembelajaran BA.
B. PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pengajaran
dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah suatu konsep pembelajaran yang membantu pengajar untuk mengkaitkan isi
mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi pebelajar untuk
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Nur, 2001).
Blanchard
(dalam Nur, 2001) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran
yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual
menekankan adanya proses berpikir tingkat lebih tinggi, alih pengetahuan lintas
disiplin, pengumpulan, analisis dan sintesa informasi dan data dari berbagai
sumber dan pandangan.
Pembelajaran
kontekstual bertujuan membekali pebelajar dengan pengatahuan yang secara
fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan
yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya (Depdiknas, 2002:4).
Pembelajaran
kontekstual mrupakan konsep yang didukung oleh berbagai penelitian aktual dalam
ilmu kognitif dan teori-teori tentang tingkah laku yang secara bersaaama-sama
mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2002:5).
Untuk dapat menerapkan pendekatan
pengajaran dan pembelajaran kontekstual ini dengan baik, perlu diperhatikan 6
(enam) unsur kunci dalam pendekatan tersebut (Depdiknas, 2002:11—12). Enam
kunci itu adalah sebagai berikut.
Pertama, pembelajaran bermakna. Pebelajar
dilibatkan secara aktif dalam pengalama dunia nyata yang dapat memotivasi
mereka untuk menghubungkan persepsi, nilai, dan makna pribadi dengan materi
yang dipelajari.
Kedua,
penerapan pengetahuan. Diupayakan agar pebelajar dapat menerapkan materi yang
dipelajarinya dalam tatanan dan fungsi lain pada masa sekarang dan mendatang.
Ketiga,
berfikir tingkat lebih tinggi. Pebelajar dilatih untuk berfikir secara kritis
dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu issu, atau memecahkan suatu
masalah.
Keempat,
kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Materi pengajaran berhubungan
dengan beragam standar lokal, regional, nasional, industri, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
Kelima,
responsif terhadap budaya. Pengajar hendaknya memahami dan menghormati nilai,
keyakinan, dan kebiasaan pebelajar, sesama pengajar, dan masyarakat tempat
mereka mengajar.
Keenam,
penialaian autentik. Perlu diupayakan penggunaan berbagai macam strategi
penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar yang diharapkan dari pebelajar
(misalnya penialaian proyek/tugas terstruktur, kegiatan pebelajar, rubrik,
daftar cek, atau pedoman observasi).
Dengan
uraian tersebut dapat diketahui bahwa pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pola pembelajaran
konvensional. Perbedaan tersebut secara umum dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Perbedaan antara pola pembelajaran kontekstual dan konvensional
Kontekstual
|
Konvensional
|
· Menyandarkan pada memory
Spasial
|
· Menyandarkan kepada hapalan
|
· Pemilihan informasi berdasarkan
Kebutuhan
individu individu pebelajar
|
· Pemilihan informasi
dilakukan
Oleh Pengajar
|
· Cenderung mengintegrasikan
Beberapa
bidang (disiplin)
|
· Cenderung terfokus pada
satu
Bidang
(disiplin) tertentua
|
· Selalub mengkaitkan
informasi
Dengan
dengan pengetahuan awal
Yang
telah dimiliki pebelajar
|
· Memberikan tumpukan
informasi
Kepada pebelajar
sampai pada saatnya
Diperlukan
|
· Menerapkan penilaian autentik
Melalui
penerapan praktis dalam
Pemecahan
masalah
|
· Penilaian hasil belajar hanya
Melalui
kegiatan akademik berupa
Ujian/ulangan
|
(Depdiknas, 2002)
C. STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Untuk
menerapkan pengajaran dan pembelajaran kontekstual, telah diperkenalkan
beberapa strategi oleh Universitas Washington (dalam Nur, 2001). Berikut ini
diuraikan secara singkat strategi tersebut.
1. Pengajaran Autentik
Pengajaran
autentik adalah pengajaran yang memungkinkan pebelajar belajar dalam konteks
bermakna. Strategi ini mengutamakan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah
yang merupakan keterampilan penting dalam tatanan kehidupan nyata.
2. Pembelajaran Berbasis Inquiri
Pembelajaran
berbasis inquiri ini merupakan strategi pembelajaran yang berpola metode sains.
Strategi ini memberikan kesempatan pebelajar untuk belajar dalam suasana penuh
kebermaknaan. Suatu masalah diajukan dan metode ilmiah digunakan untuk
memecahkan masalah tersebut.
3. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran
berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi pebelajar untuk belajar berfikir kritis
dan terampil memecahkan masalah, dan untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
esensial.
4. Pembelajaran Berbasis Kerja
Pembelajaran
berbasis kerja adalah suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan pebelajar
menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari isi mata pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana isi pelajaran tersebut
digunakan dalam tempat kerja.
Sementara
itu, Blanchard (dalam Nur, 2001) mengemukakan 6 (enam) strategi CTL yaitu: (1)
penekanan pada pemecahan masalah, (2) kesadaran mengenai perlunya dilakukan
kegiatan pengajaran dan pembelajarn dalam berbagai konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja;
(3) pembimbingan pebelajar untuk memantau dan mengarahkan pembelajaran mereka
agar mereka dapat belajar secara mandiri, (4) penekanan pada pembelajaran dalam
konteks kehidupan pebelajar yang berbeda-beda, (5) dorongan kepada pebelajar
untuk belajar dari dan bersama teman-temannya, (6) penggunaan penialaian
autentik
Sementara itu, untuk menerapkan
pembelajaran kontekstual, Center for Occupational Research and Development
(CORD) (dalam Depdiknas, 2002) mengenalkan 5 strategi pembelajaran yang
disingkat REACT, yaitu: (1) Relating, maksudnya adalah belajar dikaitkan
dengan konteks pengalaman kehidupan nyata, (2) Experiencing, yaitu
belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery),
dan penciptaan ( invention); (3) Applying,
yaitu belajar di mana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks
pemanfaatannya, (4) Cooperating, yaitu belajar melalui konteks
komunikasi interpersonal dan pemakaian bersama, (5) Transfering, yaitu
belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi dan konteks baru.
D. PENILAIAN DALAM
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Seperti telah dikemukakan di muka, penilaian dalam
pembelajaran kontekstual didasarkan pada penilaian autentik, yaitu penilaian
melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah. Pola penilaian dalam
pembelajaran kontekstual ini, sebagaimana juga tampak dalam tabel 1, berbeda dengan penilaian dalam pembelajaran
tradisional atau konvensional. Dalam strategi penilaian pembelajaran
kontekstual tidak dikenal kriteria benar atau salah. Pokok permasalahn
penilaian pembelajaran kontekstual ini terletak pada kemampuan pengajar memilih
cara penilaian untuk menentukan apa yang telah pebelajar ketahui dan apa yang
dapat dia lakukan. Suatu alat ukur atau strategi penilaian dalam pembelajaran
kontekstual dapat dikatakan baik apabila memempunyai kaitan yang signifikan
dengan tujuan dan dampak nyata dari materi pelajaran. Penilaian autentik dengan demikian
adalah penilaian yang dapat mengukur
penerapan pengetahuan di dalam berbagai konteks autentiks.
Penilaian autentik bertujuan untuk menyediakan informasi
yang benar dan akurat mengenai apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh pebelajar,
atau tentang kualitas program pendidikan. Penilaian mengenai apakah pengetahuan
dan keterampilan telah dipelajari dengan baik, termasuk juga penilaian mengenai
pemanfaatannya dalam konteks kehidupan nyata yang bermakna (Depdiknas, 2002).
Berdasarkan pengertian dan kriteria penilaian
pembelajaran kontekstual yang telah diuraikan, maka strategi penilaian yang
cocok tampaknya merupakan gabungan antara berbagai teknik penilaian berikut
(Depdiknas, 2002).
Pertama, penilaian kinerja. Penilaian ini
dikembangkan untuk mentes kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan dan
keterampilan pebelajar pada berbagai situasi nyata dfan dalam konteks tertentu.
Penilaian kinerja ini dapat berbentuk pertanyaan terbuka atau pilihan ganda.
Penilaian ini dapat berupa membaca, menulis, proyek, proses, pemecahan masalah,
tugas analisis, atau tugas-tugas lain yang memungkinkan pebelajar mendemonstrasi-kan
kemampuannya untuk mewujudkan tujuan dan dampak nyata tertentu.
Kedua, obervasi sistematik. Penialaian ini
bermanfaat untuk memperoleh informasi tentang dampat nyata kegiatan
pembelajaran terhadap sikap pebelajar. Secara berkala pebelajar diobservasi dan
hasilnya dicatat untuk menginterpretasikan apakah petunjuk pebelajar sesuai
dengan tujuan dan dampak nyata pembelajaran yang telah ditentukan.
Ketiga, portfolio. Portfolo adalah kumpulan
berbagai keterampilan, ide, minat, dan keberhasilan atau prestasi pebelajar
selama jangka waktu tertentu (Hart, 1994 dalam Depdiknas, 2002) yang memberikan
gaambaran perkembangan pebelajar setiap saat. Portfolio tidak selalu dalam
bentuk tulisan. Pebelajar yang memiliki keterbatasan dalam menulis dapat
menyampaikan hasil belajarnya dengan menggunakan gambar, model fisik atau alat
peraga.
Keempat, jurnal sains. Jurnal sains merupakan
media bagi pebelajar untuk merefleksikan atau mengkaitkan pemikirannya dengan
pemikiran sebelumnya. Dengan jurnal pebelajar dapat menuliskan ide-ide, minat,
dan pengalaman yang didapatnya selama proses belajar.
E. PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BERBASIS KONTEKSTUAL
Untuk dapat menerapkan pendekatan
pembelajaran kontekstual dengan baik, pengajar bahasa Arab terlebih dahulu
perlu memahami konsep pembelajaran kontekstual tersebut. Konsep yang dimaksud
meliputi pengertian, tujuan, prinsip-prinsip pembelajaran, strategi, dan sistem
evaluasi pembelajaran. Dengan pemahaman yang baik mengenai konsep pembelajaran
tersebut, pengajar tidak akan terjebak pada pembelajaran konvensional atau
tradisional yang banyak mewarnai pembelajaran di dalam kelas selama ini.
Setelah konsep
pembelajaran kontekstual tersebut difahami dengan baik, agar pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan efektif, pengajar hendaknya melakukan langkah-langkah
seperti diuraikan berikut ini.
1. Telaah Konsep Materi Pembelajaran
Sebelum pengajar memulai
proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas, pengajar hendaknya
terlebih dahulu menelaah konsep atau teori yang berkaitan dengan materi yang
akan dipelajari oleh pebelajar. Materi yang akan dipelajari oleh pebelajar
tersebut secara umum telah tergambar pada kurikulum. Pengajar perlu mencermati
materi tersebut dari sisi konsep atau teori. Dengan pemahaman yang baik tentang
konsep materi pelajaran, pengajar akan mempunyai gambaran mengenai
langkah-langkah yang harus dilakukan selanjutnya seperti pemilihan materi
pembelajaran, penetapan metode dan pendekatan pembelajaran, penentuan media
atau alat bantu pembelajaran, strategi yang akan dipilih dalam pembelajaran,
dan bentuk evaluasi yang akan digunakan.
Sebagai
contoh, guru bahasa Arab di SMU dan MA dapat menelaah konsep materi yang
relevan untuk disajikan dengan pendekatan kontekstual tersebut melalui pokok
bahasan atau tema dan anak tema yang telah tertuang dalam GBPP. Materi
pembelajaran bahasa Arab di kedua sekolah tersebut, dilihat dari Garis-garis
Besar Program Pengajaran (GBPP) nya, tidaklah berbeda.
GBPP
bahasa Arab kurikulum SMU dan MA program bahasa Arab tahun 1994 disamping
menyajikan tema dan anak tema, telah pula memuat keterampilan fungsional dan
contoh-contoh ungkapan komunikatif yang harus dikuasai pebelajar. Sebelum pengajar
menerapkan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, teori mengenai tema, anak
tema, dan keterampilan fungsional tersebut hendaknya telah benar-benar dikuasai
oleh pengajar.
Pengajar
bahasa Arab di perguruan tinggi dapat menelaah konsep materi yang relevan untuk
disajikan dengan pendekatan kontekstual tersebut melalui deskripsi mata- kuliah
yang biasanya menjadi lampiran kurikulum. Materi tersebut juga dapat dilihat
pada pokok bahasan yang telah tertuang dalam GBPP.
2. Pemahaman Latar Belakang Pebelajar
(Siswa/Mahasisa)
Pengajar hendaknya juga
berupaya untuk mengetahui dan memahami latar belakang dan pengalaman hidup pebelajar
melalui proses pengkajian secara seksama. Pemahaman latar belakang dan
pengalaman hidup pebelajar oleh pengajar ini penting karena dalam pembelajaran
kontekstual, latar belakang dan pengalaman pebelajar merupakan “modal” bagi pengajar
dalam pembelajaran. Pengajar dapat mengkaitkan “modal” itu dengan konsep baru
yang dipelajari pebelajar. Dengan pengkaitan seperti itu konsep baru yang
dipelajari pebelajar akan lebih mudah diterima, di samping akan terjadi pula
proses asimilasi dan asosiasi.
Proses asimilasi
dianggap berhasil apabila konsep baru yang dipelajari dapat menambah atau
memperkaya pemikiran dan pengalaman yang telah dimiliki pebelajar sebelumnya.
Sedangkan proses asosiasi akan terjadi apabila konsep baru tersebut dapat
mengubah atau memperbaiki pemikiran dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya
(Depdiknas, 2002).
Pemahaman latar belakang
itu termasuk latar belakang pengetahuan bahasa Arab pebelajar. Dalam konteks
pembelajaran bahasa Arab di SMU dan MA perlu disadari oleh pengajar bahwa latar
belakang pengetahuan bahasa Arab siswa relatif bervariasi. Para siswa SMU atau MA
yang berasal dari Madrasah Tsanawiyah (MTs), apalagi MTs di lingkungan pondok
pesantren, kemampuan bahasa Arabnya relatif baik bila dibanding mereka yang
berasal dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Demikian juga keadaan
pebelajar bahasa Arab di perguruan tinggi. Para mahasiswa jurusan Sastra Arab yang
berasal dari MA, apalagi MAPK atau MA di lingkungan pondok pesantren, kemampuan
bahasa Arab mereka relatif lebih baik bila dibanding mereka yang berasal dari SMU.
Hiteroginitas latar
belakang pengetahuan bahasa Arab pebelajar ini perlu mendapatkan perhatian
secara khusus dari pengajar, agar pengajar dapat menetapkan strategi
pembelajaran sesuai dengan kondisi pebelajar tersebut.
Di samping itu, perlu
juga disadari bahwa pengajar di dalam kelas mungkin sekali akan mengajar pebelajar
dengan berbagai keragaman latar belakang sosial dan budaya yang kompleks.
Misalnya latar belakang suku bangsa, agama, status sosial-ekonomi, dan juga
bahasa. Hal tersebut hendaknya difahami
oleh pengajar dan menjadi perhatiannya sebelum dia melaksanakan pembelajaran.
Dengan demikian pengajar akan dapat memanfaatkan kompleksitas keragaman
tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran
3. Pemahaman Lingkungan
Dalam pembelajaran
kontekstual, pemahaman mengenai lingkungan belajar dan tempat tinggal pebelajar
perlu dimiliki oleh pengajar. Pengajar hendaknya juga bisa mengkaitkan lingkungan belajar dan tempat tinggal pebelajar
itu dengan konsep atau teori yang akan dipelajari.
Pengajar bahasa Arab hendaknya
menyadari bahwa pembelajaran kontekstual menuntut adanya lingkungan belajar
yang kondusif sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan ini. Pengajar hendaknya
memahami betul lingkungan itu sehingga dapat memanfaatkannya dengan baik dalam
pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud tidaklah terbatas pada ruangan kelas,
tetapi meliputi berbagai aspek lingkungan belajar seperti laboratorium bahasa,
laboratorium komputer, tempat bekerja, masjid, ladang, sawah, studio, dan
tempat-tempat lain yang dapat mendukung proses pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual
mendorong para pengajar untuk memilih dan mendesain lingkungan belajar yang
memungkinkannya untuk mengkaitkan berbagai bentuk pengalaman dan latar belakang
pebelajar dengan konsep yang akan dipelajari.
Lingkungan yang telah
dipilih atau didesain oleh pengajar tersebut memungkinkan pebelajar untuk
mendapatkan hubungan yang bermakna antara pikiran-pikiran yang abstrak dan
penerapan yang praktis dalam dunia nyata. Konsep dapat dipahami oleh pebelajar
melalui proses penemuan dan pengkaitan..
4. Penyusuan Rancangan Pembelajaran
Langkah terakhir yang
harus dilakukan pengajar sebelum melaksanakan pembelajaran kontekstual di dalam
kelas adalah menyusun rancangan pembelajaran. Dalam menyusun rancangan ini,
hendaknya pengajar mempertimbangkan dan mengkaitkan konsep atau teori yang akan
dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki pebelajar dan lingkugan hidup
mereka.
Di samping itu, pengajar
dalam menyusun rancangan pembelajaran perlu menyesuaikan dengan perkembangan
mental pebelajar. Pemilihan materi dan metode yang akan diterapkan dalam
pembelajaran hendaknya didasarkan pada kondisi sosial, emosional, dan
perkembangan intelektual pebelajar. Dengan demikian karakteristik individual,
kondisi sosial, dan lingkungan budaya pebelajar hendaknya menjadi perhatian pengajar
dalam merencanakan pembelajaran.
5. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam
mengimplemantasikan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, pengajar hendaknya
dengan tak henti-hentinya mendorong pebelajar untuk mengkaitkan apa yang sedang
dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki pebelajar
sebelumnya. Di samping itu, hendaknya pengajar juga mengkaitkan apa yang sedang
dipelajari itu dengan fenomena kehidupan sehari-hari.
Implementasi
pembelajaran kontekstual di dalam kelas dapat dimulai dengan melemparkan suatau
permasalahan yang terkait dengan kehidupan nyata pebelajar. Pengajar melibatkan
pebelajar dalam pengamatan dan penelitian untuk pemecahan masalah. Hal itu
dapat dilakukan dengan mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai
materi pembelajaran.
Untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran, pengajar dapat membentuk kelompok-kelompok
belajar yang saling memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain.
Dengan kelompok-kelompok tersebut pebelajar dapat belajar dan memecahkan
masalah bersama teman-temannya di dalam
kelompok. Di samping itu, mereka juga dapat berlatih bekerjasama dengan
kelompok atau teman yang lain.
Dalam melaksanakan
pembelajaran kontekstual, pengajar hendaknya menggunakan teknik-teknik bertanya
yang efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, mempercepat proses
pemecahan masalah, dan meningkatkan keterampilan berfikir pebelajar.
Untuk itu perlu dicari
dan dirancang berbagai jenis dan tingkatan pertanyaan yang dapat menghasilkan tingkat berfikir,
tanggapan, dan tindakan yang diperlukan pebelajar dalam proses
pembelajaran.
Pengajar hendaknya juga
memotivasi pebelajar untuk dapat menarik kesimpulan dari apa yang telah
dipelajarinya. Kesimpulan yang diambil oleh pebelajar tersebut merupakan
akumulasi dari pemahaman pebelajar terhadap meteri yang dipelajari.
6. Penggunaan Penilaian Autentik
Untuk mengetahui apa yang telah pebelajar
ketahui dan apa yang dapat dilakukannya, pengajar melakukan penilaian terhadap
proses pembelajaran yang tengah berlangsung. Karena salah satu tujuan
pembelajaran kontekstual adalah membangun pengetahuan dan keterampilan dengan
cara yang bermakna melalui pengikutsetaan pebelajar ke dalam kehidupan nyata,
maka bentuk penilaian yang digunakanpun hendaknya didasarkan pada metode dan
tujuan pembelajaran itu sendiri, yaitu penilaian autentik. Pembelajaran
kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan
dan ketrampilan lebih dalam dan dengan cara yang bervariasi (Ananda, 2001 dalam
Depdiknas, 2002:17).
Pengajar dapat
mengkombinasikan berbagai strategi penilaian sebagaimana telah disebutkan di
muka, yaitu: (1) penilaian kinerja, (2) observasi sistematik, (3) portfolio,
dan (4) jurnal sains (Depdiknas, 2002). Penggunaan strategi penilaian tersebut
hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan jenis materi pembelajaran.
Untuk memudahkan pengajar melihat apakah proses
pembelajaran lontekstual yang dilaksanakannya telah sesuai dengan kriteria
strategi pembelajaran kontekstual, pengajar dapat membuat model evaluasi yang
antara lain berisi indikator pelaksanaan pembelajaran berikut: (1) konsep baru
disajikan dalam situasi dan pengalaman nyata, (2) konsep dalam contoh-contoh
dan latihan disajikan dalam konteks yang digunakan oleh pebelajar, (3) konsep
baru disajikan berdasarkan pengalaman pebelajar sebelumnya, (4) latihan dan
contoh berisisituasi nyata dan situasi yang diyakini berisi pemecahan masalah
yang bermanfaat bagi pebelajar saat ini dan di masa mendatang, (5)
contoh-contoh dapat mengembangkan sikap positif pebelajar, (6) pebelajar
mengumpulkan dan menganalisis data mereka sendiri seperti ketika mereka
dibimbing oleh pengajar dalam menemukan konsep, (7) pebelajar diberi kesempatan
untuk mengumpulkan dan menganalisis data
untuk pembelajaran dan pengembangan, (8) aktifitas pembelajaran mendorong pebelajar
menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat untuk masa depan pebelajar,
(9) pebelajar berpartisipasi dalam diskuwsi kelompokdengan cara saling
berkomunikasi dan menanggapi konsep dan keputusan, dan (10) pembelajaran dan
latihan-latihan meningkatkan keterampilan pebelajar dalam berkomunikasi
(Kasihani, 2001).
F. SIMPULAN
Berbagai
permasalahan pembelajaran yang muncul di sekolah atau perguruan tinggi,
utamanya yang terkait dengan efektifitas dan efisiensi pendekatan pembelajaran
bahasa Arab selalu dihadapi oleh para pengajar bahasa Arab. Untuk menjawab
persoalan tersebut perlu adanya inovasi-inovasi baru dalam pendekatan
pembelajaran bahasa Arab.
Pembelajaran berbasis
kontekstual merupakan salah satu jawaban dari persoalan tersebut yang perlu
diketahui, difahami, dan diaplikasikan dalam proses pembelajaran bahasa Arab
oleh para pengajar.
Pembelajaran
kontekstual yang bertujuan membekali pebelajar dengan pengatahuan yang dapat
diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan
dari satu konteks ke konteks lainnya itu memiliki berbagai strategi. Strategi
tersebut meliputi: (1) penekanan pada pemecahan masalah, (2) kesadaran mengenai
perlunya dilakukan kegiatan pengajaran dan pembelajarn dalam berbagai
konteks seperti rumah, masyarakat dan
tempat kerja; (3) pembimbingan pebelajar untuk memantau dan mengarahkan
pembelajaran mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri, (4) penekanan
pada pembelajaran dalam konteks kehidupan pebelajar yang berbeda-beda, (5)
dorongan kepada pebelajar untuk belajar dari dan bersama teman-temannya, dan
(6) penggunaan penialaian autentik.
G. DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2002. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah
Effendy, Ahmad Fuad. 2001.
Peta Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia. Bahasa dan Seni Jurnal Bahasa,
Sastra, Seni, dan Pengajarannya. Tahun 29, Edisi Khusus, Oktober 2001.
Kasihani dan Astinin. 2001. Contextual Teaching and Learning dalam
Pembelajaran Bahasa Inggris. Makalah Pelatihan Calon Pelatih Pengajar
SLTP, Juni 2001.
Muhaiban. 2001. Problematika
Pengajaran Bahasa Arab di SMU dan Pemecahannya. Makalah Seminar Pengajaran
Bahasa Arab Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra UM, Oktober 2001.
Nur, Muhammad. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah Pelatihan TOT Pengajar Mata Pelajaran SLTP dan MTs, Juni 2001.
Nufus, Fitrotin.2000. Penerapan Pendekatan Komunikatif Dalam Pengajaran
Bahasa Arab di Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Se Kabupaten Gresik Tahun
1999-2000. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas
Negeri Malang.
.
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
BERBASIS KONTEKSTUAL
Makalah
Disajikan dalam
Lokakarya Regional
Strategi
Pembelajaran Bahasa Arab
Pada tanggal 11—12
Juni 2002
Di Fakultas Sastra
UM
Oleh
Muhaiban
UNIVERSITAS NEGERI
MALANG (UM)
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA
ARAB
JUNI 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar